ALL


Zat Aditif

 

Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan.
Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin bertambah menuntut jumlah makanan yang lebih besar sehingga zat aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu, industri makanan memproduksi makanan yang memakai zat aditif buatan (sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia yang kemudian direaksikan. Zat aditif sintesis yang berlebihan dapat menimbulkan beberapa efek samping misalnya: gatal-gatal, dan kanker.
Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam  makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vtamin. Penggunaan aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan atau sintesis.

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.

Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan yang sering disebut zat aditif kimia (food aditiva). Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.

 

Jenis

Bahan aditif makanan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok tertentu tergantung kegunaanya, diantaranya:

1.    Penguat rasa

D:\animasi\Zat aditif\Aditif makanan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas_files\120px-Monosodium_glutamate_crystals.jpg
Kristal monosodium glutamat digunakan sebagai penguat rasa
Monosodium Glutamat (MSG) sering digunakan sebagai penguat rasa makanan buatan dan juga untuk melezatkan makanan. Adapun penguat rasa alami diantaranya adalah bunga cengkeh, pala, merica, cabai, laos, kunyit, ketumbar. Contoh penguat rasa buatan adalah monosodium glutamat/vetsin, asam cuka, benzaldehida, amil asetat.

2.    Pemanis

Zat pemanis buatan biasanya digunakan untuk membantu mempertajam rasa manis. Beberapa jenis pemanis buatan yang digunakan adalah sakarin, siklamat, dulsin, dan aspartam. Pemanis buatan ini juga dapat menurunkan resiko diabetes, namun siklamat merupakan zat yang bersifat karsinogen.

3.    Pengawet

Bahan pengawet adalah zat kimia yang dapat menghambat kerusakan pada makanan, karena serangan bakteri, ragi, cendawan. Reaksi-reaksi kimia yang sering harus dikendalikan adalah reaksi oksidasi, pencoklatan (browning) dan reaksi enzimatis lainnya. Pengawetan makanan sangat menguntungkan produsen karena dapat menyimpan kelebihan bahan makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat musim paceklik tiba.  
Beberapa contoh anti oksidan antara lain:
1. Asam benzoat, natrium benzoat dan kalium benzoat, misalnya untuk minuman ringan, kecap, acar, ketimun dalam botol, dan saus.
2. Natrium nitrat (NaNO3), untuk daging olahan dan keju.
3.Natrium nitrit (NaNO2), untuk daging olahan, daging awetan, dan kornet kalengan.
4. Asam propionat, untuk roti dan sediaan keju olahan.
Bahan pengawet formalin tidak boleh digunakan sebagai bahan aditif makanan. Formalin biasa digunakan untuk mengawetkan mayat atau preparat biologi.

4.      Pewarna

Warna dapat memperbaiki dan memberikan daya tarik pada makanan. Penggunaan pewarna dalam bahan makanan dimulai pada akhir tahun 1880, yaitu pewarna tambahan berasal dari alam seperti kunyit, daun pandan, angkak, daun suji, coklat, wortel, dan karamel. Zat warna sintetik ditemukan oleh William Henry Perkins tahun 1856, zat pewarna ini lebih stabil dan tersedia dari berbagai warna. Zat warna sintetis mulai digunakan sejak tahun 1956 dan saat ini ada kurang lebih 90% zat warna buatan digunakan untuk industri makanan. Salah satu contohnya adalah tartrazin, yaitu pewarna makanan buatan yang mempunyai banyak macam pilihan warna, diantaranya Tartrazin CI 19140. Selain tartrazin ada pula pewarna buatan, seperti sunsetyellow FCF (jingga), karmoisin (Merah), brilliant blue FCF (biru).

5.    Pengental

Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan tertentu. Contoh pengental adalah pati, gelatin, dan gum ( agar, alginatt, karagenan).
6.    Pengemulsi
D:\animasi\Zat aditif\Aditif makanan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas_files\130px-Gum-arabic.png
Gom arab sebagai agen pengemulsi
Pengemulsi (emulsifier) adalah zat yang dapat mempertahankan dispersilemak dalam air dan sebaliknya. Pada mayones bila tidak ada pengemulsi, maka lemak akan terpisah dari airnya. Contoh pengemulsi yaitu lesitin  pada kuning telur, gom arab dan gliserin.

7.    Lain-lain

Selain itu terdapat pula macam-macam bahan tambahan makanan, seperti:
a. antioksidan seperti butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena (BHT), tokoferol (vitamin E),
b.      pengikat logam,
c.       pemutih, seperti hidrogen peroksida, oksida klor, benzoil peroksida, natrium hipoklorit,
d.      pengatur keasaman, seperti aluminium amonium sulfat, kalium sulfat, natrium sulfat, asam laktat,
e.       zat gizi
f.       anti gumpal, seperti aluminium silikat, kalsium silikat, magnesium karbonat, magnesium oksida.
8.      Efek samping
Bahan aditif juga bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis, apalagi bahan aditif buatan atau sintetis. Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Maka dari itu pemerintah mengatur penggunaan bahan aditif makanan secara ketat dan juga melarang penggunaan bahan aditif makanan tertentu jika dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berbahaya. Pemerintah juga melakukan berbagai penelitian guna menemukan bahan aditif makanan yang aman dan murah.

9.    Undang-undang

Menurut undang-undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pada Bab II mengenai Keamanan Pangan, pasal 10 tentang Bahan Tambahan Pangan dicantumkan:
a.    Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampau ambang batas maksimal yang telah ditetapkan.
b.    Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

10.  Kehalalan


Daftar Bahan tambahan makanan yang termasuk kelompok diragukan kehalalannya:
Bahan makanan
Alasan
Potasium nitrat (E252)
Dapat dibuat dari limbah hewani atau sayuran. Digunakan untuk pengawet, kuring, mempertahankan warna daging. Contoh pada sosis, ham, keju Belanda.
L-asam tartarat (E334)Berkas:Teks tebal
Kebanyakan sebagai hasil samping industri wine, sebagai antioksidan pemberi rasa asam produk susu beku, jelly, rotiminumantepung telur, wine, dll.
L-asam tartarat (E334)Berkas:Teks tebal
Kebanyakan sebagai hasil samping industri wine, sebagai antioksidan pemberi rasa asam produk susu beku, jelly, rotiminumantepung telur, wine, dll.
Turunan asam tartarat E335, E336, E337, E353 (dari E334)
Dapat berasal dari hasil samping industri wine antioksidan, buffer, pengemulsi, dll.
Gliserol/gliserin (E422)
Hasil samping pembuatan sabun, lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani). Sebagai pelarut rasa, menjaga kelembaban (humektan), plasticizer pada pengemas. Bahan coating untuk dagingkeju, kue, camilan, dll.
Asam lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436
Dapat berasal dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani. Pengemulsi, penstabil, E343: antibusa. Terdapat pada produk roti dan kue, donat, produk susu (es krim), desserts beku, minuman, dll.
Pengemulsi yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 – E495)
Dapat dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi tekstur, pelapis, plasticizer, dll. Terdapat pada Snacks, margarin, desserts, coklat, cake, puding.
Edible bone phosphate (E542)
Dibuat dari tulang hewan, anti craking agent, suplemen mineral. Terdapat pada makanan suplemen.
Asam stearat
Dapat dibuat dari lemak hewani walaupun secara   komersil dibuat secara sintetik dari anticracking agent.
L-sistein E920
Dapat dibuat dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia. Sebagai bahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan perisa daging. Untuk produksi tepung dan produk roti, bumbu dan perisa.
Wine vinegar dan malt vinegar
Masing-masing dibuat dari wine dan bir. Sebagai pemberi rasa bumbu-bumbu, saussalad.
Bahan yang tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat:
1. memperbaiki kualitas atau gizi makanan;
2. membuat makanan tampak lebih menarik;
3. meningkatkan cita rasa makanan; dan
4. membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk.
Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan pada saat proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan. Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan, atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai. Zat aditif makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.        zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;
Contoh pewarna alami:
• Anato (oranye), antara lain digunakan untuk es krim, keju dan lain-lain.
• Karamel (coklat hitam), biasanya digunakan untuk jem, jeli, dan jamur kalengan.
• Beta-karoten (kuning), antara lain digunakan untuk keju, dan kapri kalengan
2.        zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat.
Contoh pewarna sintetik :
• Biru Berlian (biru), digunakan untuk es krim, kapri kalengan, jem, dan jeli.
• Coklat HT (coklat), digunakan misalnya untuk minuman ringan dan makanan cair.
• Eritrosin (merah), digunakan misalnya untuk es krim, buah pir kalengan, jem, jeli, saus apel, dan udang kalengan.
• Hijau FCF (hijau), digunakan untuk misalnya untuk es krim, buah pir kalengan, dan acar ketimun dalam botol.
Keuntungan dari penggunaan zat aditif
Zat aditif bukanlah bahan-bahan yang disediakan secara alami oleh alam. Sehingga dalam penggunaannya ada keuntungan dan kerugian yang ditimbulkannya. Keuntungan dari penggunaan zat aditif adalah :
1. Zat aditif dapat mencegah reaksi yang dapat membahayakan kesehatan dari suatu bahan makanan, jika makanan tersebut sudah disimpan terlalu lama. Seperti zat aditif yang difungsikan sebagai pengawet.
2. Membuat penampakan luar dari suatu makanan menjadi lebih menarik dan enak rasanya (untuk penggunaan zat-zat aditif kecuali pengawet).
3. Penggunaan zat aditif dapat menghasilkan makanan yang dapat atau tahan untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama, tetapi tidak selama 50 tahun.
4. Karena penampakan luar yang cukup menarik, serta aroma yang selalu menggoda hidung, hal tersebut juga dapat dikategorikan sebagai peningkatan nafsu makan seseorang.

Kerugian dari penggunaan zat aditif
Menurut fungsinya ada beberapa efek negatif dalam penggunaan zat aditif :
1.    Penggunaan Sebagai Pewarna. Pewarna sintesis diperbolehkan untuk digunakan untuk bahan tambahan dalam makanan jika penggunaan tidak melebihi batas standar dari Departemen kesehatan (DEPKES. red) dan tentu saja agar tidak menimbulkan resiko bagi si pengguna. Dari hasil survey YLKI ditemukan adanya beberapa pewarna sintetik yang sudah dilarang tetapi masih banyak digunakan. Senyawa tersebut antara lain orange RN, auramin dan methanil yellow. Zat pewarna sintetis auramin dan ridamin banyak digunakan pada saus, terasi dan sirup. Yang termasuk golongan pewarna alammi : karoten klorofil dan covhineal, bit. Dan yang termasuk golongan pewarna sintetis : allura red, amaran, azorubun, indigotin, tartazin.
2.    Penggunaan Penyedap Rasa dan Aroma. Dalam batas yang wajar, penggunaan vetsin (MSG) sebagai penyedap rasa tidak akan menimbulkan efek serius tetapi jika dikonsumsi dalam jumlah banyak dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan banyak efek samping diantaranya dapat menimbulkan kanker & kerusakan selaput otak pada anak
3.    Penggunaan Pemanis Buatan. Yang tergolong pemanis adalah siklamat, sakarin, aspartam, stevia/steviosida. Gejala yang sering ditimbulkan dari penggunaan pemanis adalah infeksi kandung kemih.
4.    Penggunaan Bahan Pengawet. Yang termasuk golongan bahan pengawet adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat dan garamnya, nitrat, nitrit (sendawa), sulfur dioksida, nipagin, nipasol. Pengawet yang tidak dianjurkan oleh Depkes adalah asam salisiat, boraks dan formalin. Boraks dan formalin bukanlah bahan pengawet makanan
Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetra borat (NaB4O7) berbentuk padat dan jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam borat mempunyai sifat antiseptik sehingga biasa digunakan dalam obat-obatan seperti salep, bedak, larutan kompres, obat-obatan lain. Jenis larutan boraks lain adalah bleng. Bleng ada yang dalam bentuk padatan yang biasanya disebut cetitet yang dibuat dari campuran garam dapur, soda, boraks, dan zat warna. Bleng ada juga yang terdapat dalam bentuk cair. Boraks yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat terakumulasi dalam tubuh. Kadar asam borat terbesar ditemukan pada sistem saraf pusat (otak) dan cairan serebrospinal. Gejala keracunan yang muncul adalah kepala pusing, badan lemas, depresi, muntah, diare dan kram perut. Selain itu, pada kasus berat boraks dapat menimbulkan kekejangan, koma, kolaps, dan sianosis. Setelah otak, organ target kedua yang ditemukan menyimpan boraks dalam jumlah yang tinggi adalah hati.
Makanan yang terkontaminasi zat aditif dapat meluas secara langsung dan tidak langsung. Kontaminasi zat aditif secara langsung dapat terjadi pada saat proses produksi / pengolahan makanan dan sudah dijual dipasaran. Yang termasuk golongan ini antra lain : conditioning agent, emulfisier, enzim pembantu formulasi, zat pengontrol PH, pelarut, zat aktivasi permukaan, zat pengering.
Kontaminasi zat aditiif secara tidak langsung dapat terrjadi ketika masuk dalam makanan saat proses produksi, pengemasan atau penyimpanan. Untuk menghindari dampak negatif dari kontaminasi zat aditif maupun bahan atau organisme lain yang dapat merusak kesehatan manusia. Maka perlu dilakukan upaya pengawasan & pengendalian keamanan pangan.

Beberapa Upaya Pengawasan & Pengendalian Keamanan Pangan
1. Persiapan dan pengolahan pangan
a.       Jagalah kebersihan area dan peralata dapur.
b.      Jagalah kebersihan pemasak dan penjamah pangan.
c.       Jagalah kebersihan bahan pangan (food hygiene).
d.      Bahan selalu dicuci lebih dahulu dengan menggunakan air dan alat yang bersih.
e.       Gunakanlah proses pengolahan yang sehat dan cukup waktu.
f.       Simpanlah pangan secara cermat dan di tempat yang sehat dan terlindung.
g.      Margarin dan mentega, jangan biarkan di udara terbuka karena oksigen akan bereaksi dengan lemak dan dapat menyebabkan ketengikan.
h.      Jangan pernah menyimpan daging di lemari es lebih dari dua hari (kecuali disimpan di freezer).
i.        Jangan menyimpan telur begitu saja dalam rak di lemari es karena pori-pori kulit telur akan menyerap bau dari kulkas itu.
j.        Bila menyimpan pangan dalam lemari es, cuci dan bersihkan dulu sebelum dimasukan.
k.      Perlu memperhatikan kemungkinan terjadinya pencemaran/pertumbuhan mikroorganisme pada pangan: penyimpanan/pendinginan bahan mentah pada shu yang tidak tepat, penyiapan/pemasakan pangan jauh sebelum saat dikonsumsi, pekerja menderita sakit infeksi, peralatan/wadah tidak bersih, kontaminasi siang, penggunaan bahan mentah yang terkontaminasi, penggunaan wadah dan peralatan dari bahan beracun, penambahan bahan kimia yang tidak tepat.
l.        Bila membawa pangan bekal, gunkanlah wadah yang bersih, dan bawalah pangan-pangan yang tidak mudah rusak.
2.    Pembelian pangan
a.       Dalam pemilihan pangan perlu diperhatikan faktor rasa, kesehatan dan nilai gizinya.
b.      Perhatikan keadaan pangan yang dijual, keadaan penjual, ruang/tempat penjualan, peralatan alat masak maupun piring, lap serta air yang digunakan.
c.       Bila pangan adalah pangan yang siap makan dan tidak dikemas, janganlah menyentuh pangan langsung dengan tangan telanjang.
d.      Mintalah pengemas/pembungkus yang khusus untuk pangan.
e.       Pangan kemas perlu diperhatikan keadaan dan keutuhan kemasannya, cek tanggal kadaluwarsa dan komposisi gizi
f.       Untuk pangan kalengan, cek kondisi kaleng (normal, penyok, atau bocor) serta tanggal kadaluwars.
g.      Perhatikan komposisi bahan atau ingredient yang tertera dalam label. Jangan terlalu percaya dengan cap 100% halal.
h.      Pangan kaleng walaupun telah mengalami proses sterilisasi, tidak dijamin bebas dari pencemaran mikroorganisme.
i.        Jangan pernah meninggalkan pangan kalengan yang sudah dibuka begitu saja di udara luar.
j.        Bersihkan semua alat pembuka kaleng sebelum dan sesudah digunakan.
k.      Jangan membeli es campur, es cendol, es sirop, limun, dan minuman lainnya yang tidak diketahui benar keamanannya.
l.        Dalam membeli pecel, gado-gado, dan pangan yang menggunakan sayuran mentah, periksalah kebersihan sayuran, alat yang digunakan, bumbu yang dipakai, penjual, kondisi tempat penjualan.
Untuk mengurangi resiko yang berhubungan dengan pestisida dan cemaran dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut.
a.       Pilih bahan pangan secara cermat. Pada sayuran perlu diingat bahwa yang menarik dan bagus belum tentu aman dari pestisida.
b.      Pada produk daging, pisahkan lemak dari daging karena biasanya pestisida terkontaminasi dalam lemak hewani.
c.       Cucilah produk segar sebelum dikonsumsi dengan seksama. Cucilah di air mengalir, jangan di wadah tertutup.
d.      Buang bagian luar sayuran seperti kol/kubis dan selada. Pada wortel kupaslah kulitnya dengan baik.
e.       Saat membeli pangan yang siap makan, mintalah pengemas yang khusus untuk pangan atau membawa wadah sendiri. Pembungkus dari kertas bekas, dapat menjadi sumber pencemaran kimia dan mikroorganisme berbahaya.
f.       Hindarkan pengguaan insektisida (pembasmi serangga) seperti baygon, Mortein, atau Raid di dekat pangan atau alat-alat/bahan yang akan digunakan untuk pangan.
g.      Selingi dengan mengkonsumsi sayuran yang tidak disemprot pestisida seperti daun singkong, daun kangkung air, dan daun pepaya.


DAFTAR PUSTAKA







HUJAN ASAM

Hujan asam diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar dilaksanakan.
Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.
Hujan asam karena proses industri telah menjadi masalah yang penting di Republik Rakyat Cina, Eropa Barat, Rusia dan daerah-daerah di arahan anginnya. Hujan asam dari pembangkit tenaga listrik di Amerika Serikat bagian Barat telah merusak hutan-hutan di New York dan New England. Pembangkit tenaga listrik ini umumnya menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.


Pembentukan hujan asam
Secara sedehana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:


Bukti terjadinya peningkatan hujan asam diperoleh dari analisa es kutub. Terlihat turunnya kadar pH sejak dimulainya Revolusi Industri dari 6 menjadi 4,5 atau 4. Informasi lain diperoleh dari organisme yang dikenal sebagai diatom yang menghuni kolam-kolam. Setelah bertahun-tahun, organisme-organisme yang mati akan mengendap dalam lapisan-lapisan sedimen di dasar kolam. Pertumbuhan diatom akan meningkat pada pH tertentu, sehingga jumlah diatom yang ditemukan di dasar kolam akan memperlihatkan perubahan pH secara tahunan bila kita melihat ke masing-masing lapisan tersebut.
Sejak dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil, terutama batu bara, merupakan sumber utama meningkatnya oksida belerang ini. Pembacaan pH di area industri kadang-kadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman cuka). Sumber-sumber ini, ditambah oleh transportasi, merupakan penyumbang-penyumbang utama hujan asam.
Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan industri tetapi telah berkembang menjadi lebih luas. Penggunaan cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi polusi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan lebih luas. Sering sekali, hujan asam terjadi di daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, di mana daerah pegunungan cenderung memperoleh lebih banyak karena tingginya curah hujan di sini.
Terdapat hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan berkurangnya populasi ikan di danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak memungkinkan bagi ikan untuk hidup, sementara pH 6 atau lebih tinggi akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam di dalam air akan menghambat produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar dari telurnya. Asam juga mengikat logam beracun seperi alumunium di danau. Alumunium akan menyebabkan beberapa ikan mengeluarkan lendir berlebihan di sekitar insangnya sehingga ikan sulit bernafas. Pertumbuhan Phytoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga dihambat oleh tingginya kadar pH.
Tanaman dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam cara. Lapisan lilin pada daun rusak sehingga nutrisi menghilang sehingga tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin, jamur dan serangga. Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih sedikit nutrisi yang bisa diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang.
Ion-ion beracun yang terlepas akibat hujan asam menjadi ancaman yang besar bagi manusia. Tembaga di air berdampak pada timbulnya wabah diare pada anak dan air tercemar alumunium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.

Sejarah
Hujan asam dilaporkan pertama kali di Manchester, Inggris, yang menjadi kota penting dalam Revolusi Industri. Pada tahun 1852, Robert Angus Smith menemukan hubungan antara hujan asam dengan polusi udara. Istilah hujan asam tersebut mulai digunakannya pada tahun 1872. Ia mengamati bahwa hujan asam dapat mengarah pada kehancuran alam.
Walaupun hujan asam ditemukan di tahun 1852, baru pada tahun 1970-an para ilmuwan mulai mengadakan banyak melakukan penelitian mengenai fenomena ini. Kesadaran masyarakat akan hujan asam di Amerika Serikat meningkat di tahun 1990-an setelah di New York Times memuat laporan dari Hubbard Brook Experimental Forest di New Hampshire tentang of the banyaknya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh hujan asam.

Metode Pencegahan
Di Amerika Serikat, banyak pembangkit tenaga listrik tenaga batu bara menggunakan Flue gas desulfurization (FGD) untuk menghilangkan gas yang mengandung belerang dari cerobong mereka. Sebagai contoh FGD adalah wet scrubber yang umum digunakan di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Wet scrubber pada dasarnya adalah tower yang dilengkapi dengan kipas yang mengambil gas asap dari cerobong ke tower tersebut. Kapur atau batu kapur dalam bentuk bubur juga diinjeksikan ke ke dalam tower sehingga bercampur dengan gas cerobong serta bereaksi dengan sulfur dioksida yang ada, Kalsium karbonat dalam batu kapur menghasilkan kalsium sulfat ber pH netral yang secara fisik dapat dikeluarkan dari scrubber. Oleh karena itu, scrubber mengubah polusi menjadi sulfat industri.
Di beberapa area, sulfat tersebut dijual ke pabrik kimia sebagai gipsum bila kadar kalsium sulfatnya tinggi. Di tempat lain, sulfat tersebut ditempatkan di land-fill.

Hujan Asam (acid rain)
Atmosfir dapat mengangkut berbagai zat pencemar ratusan kilometer jauhnya, sebelum menjatuhkannya ke permukaan bumi dalam perjalanan jauh itu atmosfir bertidak sebagai reaktor kimia yang kompleks merubah zat pencemar setelah berinteraksi dengan substansi lain, uap air dan energi matahari. Pada kondisi tertentu sulfur oksida (SOx) dan nitrogen oksida (NOx) hasil pembakaran bahan bakar fosil akan bereksi dengan molekul-molekul uap air di atmosfir menjadi asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) yang selanjutnya turun ke permukaan bumi bersama air hujan yang dikenal hujan asam.
Hujan asam telah menimbulkan masalah besar di daratan Eropa, Amerika Serikat dan di Negara Asia termasuk Indonesia. Dampak negatif dari hujan asam selain rusaknya bangunan dan berkaratnya benda-benda yang terbuat dari logam, juga terjadinya kerusakan lingkungan terutama mengasakan (acidification) danau dan sungai. Ribuan danau airnya telah bersifat asam sehingga tidak ada lagi kehidupan akuatik, dikenal dengan “danau mati”.

Gambar 2 Proses terjadinya hujan asam

Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang benar-benar difikirkan oleh manusia. Ini merupakan masalah umum yang secara berangsur-angsur mempengaruhi kehidupan manusia. Istilah Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang polusi industri di Inggris (Anonim, 2001). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang benar adalah deposisi asam.
Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.
Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out.
Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.
Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta bercampur di atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).
Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur. Di Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit listrik batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63% (Anonim, 2005).
Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami, dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak Nox yang terbentuk.
Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi oksida tersebut.
Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan ribuan kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mongering bersama debu atau partikel lainnya (Anonim. 2005).
Dampak Hujan Asam
Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam memiliki dampak tidak hanya pada lingkungan biotik, namun juga pada lingkungan abiotik, antara lain :
Danau
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species yang bertahan. Jenis Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang paling pertama mati akibat pengaruh pengasaman. Apa yang terjadi jika didanau memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies ikan akan hilang (Anonim, 2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau yang terkena hujan asam akan menjadi pengasaman, dimana telah ditemukan jenis batuan dan tanah yang dapat membantu menetralkan keasaman.
Tumbuhan dan Hewan
Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan melepaskan zat kimia beracun seperti aluminium, yang akan bercampur didalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini dimakan oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran, selebihnya pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati. Seperti halnya danau, Hutan juga mempunyai kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan jenis batuan dan tanah yang dapat mengurangi tingkat keasaman.
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk. Sebaliknya tahuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut. Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat sedangkan daunpun menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama.
Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami nekrosis sehingga penyerapan hara dan iar terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin menurun.
Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada permukaan daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kematian tumbuhan tersebut. Menurut Soemarmoto (1992), dari analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar magnesium yang rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi assensial bagi tanaman. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian magnesium di daun.
Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH tanah meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan keasaman tinggi. Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.
Kesehatan Manusia
Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya oleh senyawa Nox dan SO2. Kesulitan yang dihadapi dkarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk faktor kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara dibandingkan dengan orang yang sehat.
Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan asam juga dapat bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel halus suphate, yang mana partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang akan menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu juga dapat mempertinggi resiko terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat mengalami kontak langsung dengan kulit.
Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.
Upaya Pengendalian Deposisi Asam
Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.
a. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).
b. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfide (sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).
c. pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran
Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.

Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.
d. Pengendalian Setelah Pembakaran
Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).
Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt.
Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.
e. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.






TOKSIKOLOGI KIMIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sejak perkembangan peradaban manusia dalam mencari makanan, tentu telah mencoba beragam bahan baik botani, nabati, maupun dari mineral. Melalui pengalamannya ini ia mengenal makanan, yang aman dan berbaya. Dalam konteks ini kata makanan dikonotasikan ke dalam bahan yang aman bagi tubuhnya jika disantap, bermanfaat serta diperlukan oleh tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya. Sedangkan kata racun merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengambarkan berbagai bahan ”zat kimia” yang dengan jelas berbahaya bagi badan.
Kata racun”toxic” adalah bersaral dari bahasa Yunani yaitu dari akar, kata ”tox”, dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat racun. Di dalam ”Papyrus Ebers (1552 B.C.)“ orang Mesir kuno memuat informasi lengkap tentang pengobatan dan obat. Di Papyrus ini juga memuat ramuan untuk racun, seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium, terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada permukaan tembaga). Sedangkan di India (500 - 600 B.C.) di dalam Charaka Samhita disebutkan, bahwa tembaga, besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai racun, dan di dalam Susrata Samhita banyak menulis racun dari makanan, tananaman, hewan, dan penangkal racun gigitan ular.
Efek berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh zat racun (tokson) telah dikenal oleh manusia sejak awal perkembangan beradaban manusia. Oleh manusia efek toksik ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh diri. Untuk mencegah keracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan mengembangkan upaya pencegahan atau menawarkan racun. Tubuh manusia adalah organisme biokimia sangat kompleks, peka dan mudah beradaptasi. Ini berisi banyak sistem peraturan yang berbeda untuk memastikan bahwa hal-hal bekerja dengan baik dalam menanggapi kondisi eksternal.
Ketika menjadi terlalu hangat dalam tubuh, sistem pendingin air dinaikkan dan keringat lebih banyak disekresikan oleh kulit. Keringat menguap, mendinginkan darah di bawah kulit, yang pada gilirannya mendinginkan inti tubuh. Sensor di otak mendeteksi bahwa hal-hal yang kembali dalam batas normal, dan mematikan kelenjar keringat. Jenis peraturan (yang dikenal sebagai homeostasis) terjadi untuk semua proses tubuh dan biasanya tanpa kesadaran atau pikiran pada bagian kami. Ketika keadaan eksternal (seperti panas ekstrim atau dingin) atau kondisi internal (penyakit atau keracunan) tidak bisa disesuaikan dengan mekanisme normal, tanda-tanda ketidaknyamanan dan penyakit muncul. Jenis efek fisik dilihat atau dirasakan (tanda-tanda dan gejala) tergantung pada jenis stres yang tubuh telah terekspos. Karena ada begitu banyak keterkaitan yang kompleks antara sistem dalam tubuh, satu perubahan dalam sistem satu dapat mengakibatkan efek banyak terdapat di sistem lain.
Selain itu, jenis respon terhadap penyakit terbatas, sehingga tanda-tanda dan gejala penyakit yang sering sangat mirip untuk penyakit yang berbeda. Misalnya : sakit kepala, demam, mual, muntah dan diare adalah gejala tidak spesifik sangat umum penyakit, yang dihasilkan oleh banyak, banyak kondisi. Karena respon fisiologis umum sebagian besar penyakit, banyak metode lain telah dikembangkan untuk membantu mendiagnosis penyebab penyakit yang sebenarnya. Metode-metode termasuk fisik, biokimia dan teknik imunologi yang mendasari pengobatan klinis modern didasarkan. Sebuah homeostasis tubuh bisa marah dengan fisik, kimia dan  agen biologis yang menempatkan tubuh yang menyebabkan sters.
Reaksi tubuh terhadap stress berkepanjangan tergantung pada sifat dari agen, tingkat stres, dan durasi stres. Ketika stres yang terlalu kuat atau terlalu lama, dan homeostasis tidak dapat dipertahankan atau dikembalikan, penyakit terjadi. Keracunan oleh agen kimia tidak lebih dari kimia disebabkan penyakit, dan gejala keracunan kimia sering sama seperti gejala yang disebabkan oleh agen biologis seperti bakteri atau virus. Untuk lebih memahami bagaimana penyakit ini disebabkan oleh paparan bahan kimia beracun, kita harus terlebih dahulu memahami cara kerja racun dalam tubuh.
1.2  Tujuan
1.   Agar mahasiswa memahami  toksikologi kimia secara langsung dan tidak langsung.
2.   Agar mahasiswa mengetahui dampak ataupun efek dari toksikologi kimia
3.   Agar mahasiswa mengetahui cara mencegah dan memahami tentang penanggulangan dari toksikologi kimia.
1.3  Manfaat
1.  Mahasiswa dapat memahami toksikologi kimia secara langsung dan tidak langsung.
2.  Mahasiswa dapat mengetahui dampak ataupun efek dari toksikologi kimia
3.  mahasiswa dapat mengetahui cara mencegah dan memahami tentang penanggulangan dari toksikologi kimia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Toksikologi Kimia
Toksikologi (dari bahasa Yunani kata-kata τοξικός - toxicos "beracun" dan logo) adalah cabang dari biologi,  kimia dan obat- obatan berkaitan dengan studi tentang dampak negatif bahan kimia pada organisme hidup. Ini adalah studi gejala, mekanisme, perawatan dan deteksi keracunan, terutama keracunan orang. Toksikologi kimia adalah suatu ilmu yang melibatkan studi tentang struktur dan mekanisme yang berhubungan dengan efek racun dari bahan kimia dan meliputi teknologi kemajuan dalam penelitian yang berkaitan dengan aspek-aspek kimia toksikologi.
Toksikologi sendiri berhubungan dengan farmakologi, karena perbedaan fundamental hanya terletak pada penggunaan dosis yang besar dalam eksperimen toksikologi. Setiap zat kimia pada dasarnya adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Salah satu pernyataan Paracelsus menyebutkan semua substansi adalah racun tiada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan racun dari obat. Pada tahun 1564 Paracelsus telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Pernyataan Paracelcus tersebut sampai saat ini masih relevan. Sekarang dikenal banyak faktor yang menyebabkan keracunan, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang paling penting.
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang diterima individu. Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi toksik jika menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut. Potensi bahaya Bahan adalah probabilitas bahwa cedera akan terjadi setelah mempertimbangkan kondisi di mana substansi yang digunakan.
2.2 Karakteristik Toksikan
Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik. Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis sehingga bila ingin mengklasifikasi toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya. Faktor utama yang berkaitan dengan toksisitas dan situasi paparan adalah cara atau jalan masuknya serta durasi dan frekuensi paparan.
Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik, umumnya melalui saluran penceraan makanan, saluran pernapasan, kulit dan jalur lain. Jalur lain tersebut diantaranya adalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadiankera cu na n biasanya melalui proses tertelan.
Perbandingan dosis letal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena, memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk melalui kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan dosis yang lebih rendah, maka dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis yang tinggi.
Durasi dan frekuensi paparan bahan polutan dapat diterangkan dengan percobaan binatang. Pada percobaan binatang ahli toksikologi membagi paparan akibat bahan polutan menjadi empat kategori yaitu akut, sub akut, sub kronis, dan kronis. Paparan akut apabila suatu paparan terjadi kurang dari 24 jam dan jalan masuknya dapat melalui intravena dan injeksi subkutan. Paparan sub akut terjadi apabila paparan terulang untuk waktu satu bulan atau kurang, paparan sub kronis bila paparan terulang antara 1 sampai 3 bulan dan paparan kronis apabila terulang lebih dari 3 bulan.
Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada pertama akan merusak sistem saraf pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separuhnya maka efek yang terjadi juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkin juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat ireversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat paparan terus menerus dari bahan toksik.
2.3 Sumber Bahan Toksik
1.   Industri tekstil dan kulit
Sumber utama bahan toksik pada industri tekstil ialah penggunaan zat warna, sedangkan pada industri batik penggunaan senyawa naftol yang sangat berbahaya. Selain itu juga digunakan hidrogen peroksida yang sangat reaktif dan HClO yang toksik. Pada proses penyamakan dan pengolahan kulit digunakan asam sulfat dan zat warna yang mengandung krom.
2.   Pabrik kertas dan percetakan
Dalam proses produksi kertas, dihasilkan residu yang toksik. Setelah dilakukan pengolahan limbah dari residu tersebut dihasilkan konsentrat lumpur yang lebih toksik. Sedangkan dari proses pencetakan, dihasilkan limbah cair sebagai hasil samping pada pencucian rol film, pemrosesan film dan pembersihan mesin. Setelah limbah diolah, akan dihasilkan konsentrat lumpur sebanyak 1-4 % dari volume limbah cair.
3.   Industri kimia dasar
Dalam kelompok ini termasuk pabrik pembuat mesin, pengawet kayu, cat, tinta, pestisida, pigmen, sabun dan pabrik gas. Setelah limbah diolah, pabrik mesin akan menghasilkan konsentrat lumpur yang toksik sebanyak 1-5 % dari volume limbah cairnya. Pembuatan cat akan menghasilkan lumpur yang toksik, baik dari bahan yang terlarut dalam air maupun dalam pelarut lainnya. Demikian juga pabrik tinta, akan menghasilkan limbah cair maupun lumpur yang pekat. Sedangkan limbah beracun dari pabrik pestisida akan tergantung pada kegiatannya, yaitu memproduksi pestisida atau hanya kegiatan proses formulasi.

4.   Industri farmasi
Kelompok industri farmasi meliputi pembuatan bahan baku obat formulasi dan pengemasan obat. Di Indonesia, industri farmasi umumnya merupakan kegiatan formulasi dan pengemasan obat, hanya beberapa pabrik yang melakukan kegiatan proses pembuatan bahan baku. Limbah industri farmasi berasal dari obat-obat yang tidak terjual dan/atau kadaluarsa serta pencucian peralatan produksi. Limbah pabrik farmasi yang memproses obat golongan antibiotika memiliki toksisitas yang tinggi.
5.   Industri logam dasar
Limbah industri logam dasar non-besi, setelah diolah akan menghasilkan konsentrat lumpur sebanyak 3 % dari limbah abut dihasilkan konsentrat lumpur yang lebih toksik. Sedangkan dari proses pencetakan, dihasilkan limbah cair yang merupakan hasil samping proses pengecoran, pencetakan dan pelapisan. Selain itu juga menghasilkan limbah cair yang toksik dari proses pembersihan bahan baku dan peralatan produksi.
6.   Industri perakitan kendaraan bermotor
Kegiatan industri perakitan kendaraan bermotor menghasilkan limbah B3 dari kegiatan proses penyiapan logam dan pengecatan yang mengandung logam berat Zn dan Cr.
7.   Industri perakitan listrik dan elektronika
Hasil limbah yang paling dominan dalam kelompok industri ini ialah limbah padat yang dapat didaur ulang. Sedangkan limbah cair merupakan hasil samping proses pelapisan dan pengecatan termasuk juga ke dalam golongan limbah B3. Lumpur konsentrat hasil pengolahan limbah cair sangat toksik. limbah dari proses elektroplating sangat toksik, bersifat asam, sering mengandung Cr, Zn, Cu, Ni, Sn dan Cd. Industri elektronika terbagi atas kegiatan asembling dengan limbah yang tidak banyak dan kegiatan produksi dari bahan baku menjadi barang jadi dengan limbah cair yang sangat toksik meskipun tidak banyak.
8.   Industri baterai kering dan Aki
Dari industri baterai kering akan dihasilkan limbah padat berbahaya dari proses filtrasi dan limbah cair dari proses penyegelan. Sedangkan dari industri aki akan dihasilkan limbah cair beracun karena menggunakan asam sulfat sebagai cairan elektrolit.
9.   Rumah sakit
Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah padat dan cair, tapi juga limbah gas, bakteri dan virus. Limbah padat yang berbahaya berupa sisa obat-obatan, bekas pembalut, pembungkus obat dan bahan kimia. Sedangkan limbah cair berasal dari pencucian peralatan dan perlengkapan, sisa obat-obatan, dan bahan kimia laboratorium.
Berbagai barang dalam lingkungan rumah tangga, ternyata banyak yang mengandung bahan yang berbahaya dan potensial dapat menjadi racun.
10.  Makanan
Makanan dapat menyebabkan keracunan makanan (food intoxication) yang disebabkan oleh makanan yang mengandung toksin, makanan dari tumbuhan dan hewan yang mengandung racun, makanan yang tercemar bahan kimia berbahaya, selain juga infeksi karena makanan yang mengandung mikrorganisme patogen (food infection).
11.  Kosmetika
Keracunan yang tidak disengaja juga dapat terjadi karena penggunaan kosmetika seperti cologne, lipstik, parfum, krim dan lotion kecantikan, pelembab kulit, after shave lotion, dan depilatory. Hal ini tidak berhubungan langsung dengan efek samping yang tidak dikehendaki, tapi dipengaruhi oleh perhitungan indeks risiko, yaitu jumlah unit kosmetika yang menyebabkan timbulnya suatu efek samping. Sebagai contoh sediaan kosmetika perias mata, meskipun mempunyai insidensi efek samping yang tinggi, tetapi tingkat kemungkinan terjadi keracunan sedang. Sedangkan sediaan kosmetika depilatori, meskipun insidensi efek sampingnya rendah, tingkat kemungkinan terjadi keracunan tinggi.
2.4 Etiologi
Pada dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan berbagai macam obat dan zat kimia, karena praktis setiap zat kimia mungkin menjadi penyebabnya. Secara ringkas klasifikasi keracunan sebagai berikut:
1.   Menurut cara terjadinya
a.    Self poisoning
Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba menggunakan obat tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
b.   Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.
c.    Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut.
d.   Homicidal poisoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.
2.  Menurut waktu terjadinya keracunan
a.    Keracunan kronis
Diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatif kecil.
b.    Keracunan akut
Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak orang (misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau bahkan seluruh warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan sindrom penyakit oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit mendadak.
3.   Menurut alat tubuh yang terkena
Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada SSP, racun jantung, racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung dipengaruhi oleh banyak obat, sebaliknya jarang terdapat obat yang mempengaruhi /mengenai satu organ saja.
4.   Jalur masuk bahan kimia kedalam tubuh
a.  Absorbsi yaitu bahan kimia masuk ke dalam tubuh melalui:
·     Saluran pernafasan (terhirup)
Contoh: gas (CO,NOx), Uap (benzene, CCl4), bahan mudah larut (Kloroform),   debu (partikel ukuran 1-10 u ,ditimbun di paru-paru).
·     Saluran pencernaan (tertelan).
Biasanya karena kecelakaan, lambung kosong mempercepat penyerapannya.
·     Kulit (zat-zat yang toksik, zat yg larut dalam lemak, insektisida, organik solvent (efek sistemik).
·     Suntikan intravena, intra muskular, sub kutan dan lain-lain.
b.   Distribusi
·    Bahan kimia organik (methyl merkuri) dapat menembus organ (otak).
·    Bahan Kima anorganik (merkuri) tidak dapat menembus otak tapi tertimbun dalam ginjal.
·    Hati dan ginjal memiliki kapasitas mengikat bahan kimia yang tinggi dibanding organ lain, karena fungsi sebagai organ yang memetabolisirdan membuang bahan kimia berbahaya.
·    Bahan yang mudah larut dalam lemak, maka jaringan lemak merupakan tempat penimbunan bahan yang mudah larut dalam lemak (contoh: DDT, Diedrin, Polychlorinated biphenyls(PCB)
c.    Ekskresi
·    Bahan kimia diekskresikan dapat dalam bentuk bahan asal maupun metabolitnya.
·    Ekskresi utama melalui ginjal (hampir semua kimia berbahaya) bahan-bahan tertentu lewat hati dan paru-paru.
·    Ekskresi melalui ginjal terutama bahan yang larut dalam air
·    Ekskresi melalui paru-paru, untuk bahan yang pada suhu tubuh masih berbentuk gas (contoh: CO)
2.5  Interaksi Bahan Kimia
Interaksi bahan kimia terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti perubahan dalam absorbsi, pengikatan protein, dan biotransformasi atau ekskresi dari satu atau dua zat toksik yang berinteraksi. Efek dari dua bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respon yang mungkin hanya sekedar aditif dari respon individual masing-masing atau mungkin lebih besar atau lebih kecil dari yang diharapkan. Beberapa terminologi telah digunakan untuk menjelaskan interaksi farmakologi dan toksikologi tersebut. Bahan kimia beracun dintaranya:
1.   Logam/metalloid
·      Pb(PbCO3) :Syaraf, ginjal dan darah
·      Hg (organik&anorganik): Saraf dan ginjal
·      Cadmium: Hati, ginjal dan darah
·      Krom: Kanker
·      Arsen: Iritasi kanker 
·      Fosfor: Gangguan metabolisme
2.   Bahan pelarut
·      Hidrokarbon alifatik (bensin, minyak tanah): Pusing, koma
·      Hidrocarbon terhalogensisasi(Kloroform, CCl4): Hati dan ginjal
·      Alkohol (etanol, methanol): Saraf pusat, leukemia, saluran pencernaan
·      Glikol: Ginjal, hati, tumor
3.   Gas beracun
·      Aspiksian sederhana (N2,argon,helium): Sesak nafas, kekurangan oksigen
·      Aspiksian kimia asam cyanida(HCN), Asam Sulfat (H2SO4), Karbonmonoksida (CO), Notrogen Oksida (NOx): Pusing, sesak nafas, kejang, pingsan.
4.   Karsinogenik
·      Benzene: Leukemia
·      Asbes: Paru-paru
·      Bensidin: Kandung kencing
·      Krom: Paru-paru
·      Naftilamin: Paru-paru
·      Vinil klorida: Hati, apru=paru, syaraf pusat, darah
5. Pestisida
·      Organoklori (Pusing, kejang)
·      Organophosphat (hilang kesadaran)
·      Karbamat (kematian) dan Arsenik
Adapun jenis efek bagi kesehatan, diantaranya yaitu:
1.      Efek akut ditandai dengan paparan tiba-tiba, parah dan penyerapan zat cepat. Biasanya, sebuah eksposur tunggal yang besar yang terlibat pengaruh kesehatan yang merugikan sering reversibel. Contoh: keracunan karbon monoksida atau sianida.
2.      Efek kronis ditandai dengan eksposur berulang atau yang perpanjangan dari durasi yang diukur dalam hari, bulan atau tahun. Gejala mungkin tidak segera jelas. Contoh : keracunan timah atau merkuri.
3.      Sebuah efek lokal mengacu pada efek kesehatan yang merugikan yang terjadi pada titik atau daerah kontak (kulit, saluran pernapasan, mata dan lain-lain). Penyerapan tidak selalu terjadi. Contoh: asam kuat atau basa.
4.      Efek sistemik mengacu pada efek kesehatan yang merugikan yang terjadi di lokasi yang jauh dari titik awal tubuh dari kontak dan penyerapan mengandaikan telah terjadi. Contoh: arsenik mempengaruhi darah, sistem saraf, hati, ginjal, kulit dan benzena mempengaruhi sumsum tulang.
5.      Racun kumulatif membangun dalam tubuh sebagai akibat dari eksposur kronis banyak. Efek yang tidak jelas sampai titik kritis tercapai. Contoh: logam berat.
6.      Efek Sinergis: Ketika dua atau lebih bahan berbahaya yang hadir pada saat yang sama, efek yang dihasilkan dapat lebih besar dari efek diantisipasi berdasarkan pengaruh kumulatif dari zat individu ini juga disebut potentiating efek. Contoh: paparan alkohol dan pelarut klor atau merokok dan asbes.
2.6  Efek Toksik
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting dalam toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru akan digunakan harus diuji toksisitas dan keamanannya. Sebelum suatu obat dapat digunakan untuk indikasi tertentu, harus diketahui dulu efek apa yang akan terjadi terhadap semua organ tubuh yang sehat. Jarang obat yang hanya mempunyai satu jenis efek, hampir semua obat mempunyai efek tambahan dan mampu mempengaruhi berbagai macam organ dan fungsi fital. Efek yang menonjol, biasanya merupakan pegangan dalam menentukan penggunaan, sedangkan perubahan lain merupakan efek samping yang bahkan bisa menyebabkan toksik. Biasanya reaksi toksik merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik. Karena itu, gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang berlebihan.
Reaksi toksik berbeda secara kualitatif, tergantung durasi paparan. Paparan tunggal atau paparan berulang yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut paparan akut. Paparan yang terjadi kurang dari 14 hari merupakan paparan sub-akut. Paparan sub-kronis bila terpapar selama 3 bulan dan disebut paparan kronis bila terpapar secara terus-menerus selama lebih dari 90 hari. Efek toksik pada paparan kronis dapat tidak dikenali sampai setelah paparan terjadi berulang kali. Kemunculan efek toksik sesudah paparan akut dapat terjadi secara cepat maupun terjadi setelah interval tertentu. Efek yang seperti ini disebut sebagai delayed toxicity (toksisitas tertunda).
Adapun efek berbahaya yang timbul akibat kontak dengan konsentrasi rendah bahan kimia dalam jangka waktu lama disebut low level, long term-exposure (paparan jangka lama, tingkat rendah). Efek berbahaya, baik akibat paparan akut maupun kronis, dapat bersifat reversibel maupun ireversibel. Riversibilitas relatif efek toksik tergantung daya sembuh organ yang terkena. Manusia bisa melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia berbeda secara bersamaan ataupun sekuensial. Efek biologis akibat paparan campuran beberapa bahan dapat digolongkan sebagai adiktif, sinergitik, potensiasi, antagonistik dan toleransi.
Pada potensiasi, satu dari dua bahan tidak menimbulkan toksik, namun ketika terjadi paparan kedua bahan tersebut, efek toksik dari bahan yang aktif akan meningkat. Kondisi sinergistik dua bahan yang mempunyai sifat toksik sama atau salah satu bahan memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang dihasilkan lebih bahaya. Antagonistik merupakan dua bahan toksik yang mempunyai kerja berlawanan, toksik yang dihasilkan rendah/ringan. Toleransi merupakan keadaan yang ditandai oleh menurunnya reaksi terhadap efek toksik suatu bahan kimia tertentu. Biasanya efek toksik campuran bahan kimia bersifat aditif. Adapun secara jelas dijelaskan, bahwa efek toksik terbagi menjadi:
1.    Lokal dan sistemik
a.  Lokal : bahan yang bersifat korosif, iritatif
b. Sistemik : terjadi setelah bahan kimia masuk, diserap dan distribusikan ke tubuh.
c.  Konsentrasi bahan berbahaya tidak selalu paling tinggi dalam target organ  (contoh :    Target organ methyl merkuri adalah otak, tapi konsentrasi tertinggi ada di hati dan ginjal, DDT target organnya adalah susunan pusat syaraf pusat tapi konsentrasi tertinggi pada jaringan lemak).
2. Efek yang reversible dan irreversible
a.    Reversible : bila efek yang terjadi hilang dengan dihentikannya paparan bahan berbahaya. Biasanya konsentrasi masih rendah dan waktu singkat.
b.   Irreversible : bila efek yang terjadi terus menerus bahkan jadi parah walau pajanan telah dihentikan (contoh : Karsinoma, penyakit hati), biasanya konsentrasi tinggi dan waktu lama.
3. Efek langsung dan tertunda
a.    Efek langsung : segera terjadi setelah pajanan (contoh : Sianida)
b.   Efek tertunda : efek yang terjadibeberapa waktu setelah pajanan (efek karsinogenik)
4. Reaksi alergi dan idiosynkrasi
a.    Reaksi alergi (hipersensitivitas) terjadi karena adanya sensitisasi sebelumnya yang menyebabkan dibentuknya antibodi oleh tubuh.
b.   Reaksi Idiosynkrasi : merupakan reaksi tubuh yang abnormal terhadap karena genetik (contoh : Kekurangan enzim succynicholin).


2.7 Indek Terapeutik
Indek terapeutik adalah rasio antara dosis toksik dan dosis efektif. Indek ini menggambarkan keamanan relatif sebuah obat pada pengunaan biasa. Indeks terapeutik suatu dosis diperlukan, karena terapi yang dijalankan dapat menimbulkan efek. Diperkirakan sebagai rasio LD 50 (dosis letal pada 50% kasus) terhadap ED 50 (dosis efektif pada 50% kasus). Dalam praktik, sebuah substansi dikatakan memiliki indeks terapeutik “tinggi” atau “rendah”. Penggunaan terapi obat sebaiknya mempunyai ED yang lebih besar daripada LD. Obat yang mempunyai indek terapeutik lebar biasanya tidak memerlukan pemantauan obat terapeutik. Pemantauan obat terapeutik biasanya dilakukan pada obat yang mempunyai indek terapeutik sempit. Tujuan dari pemantauan obat terapeutik adalah :
1.   Mengevaluasi kepatuhan klien terhadap terapi yang diberikan
2.   Untuk mengetahui apakah obat lain sudah mengubah konsentrasi obat
3.   Untuk menentukan respon tidak efektif terhadap obat tertentu
4.   Untuk menentukan kadar obat dalam serum apabila dosis obat diubah
Setiap zat kimia, bila diberikan dengan dosis yang cukup besar akan menimbulkan gejala-gejala toksis. Gejala-gejala ini pertama-tama harus ditentukan pada hewan coba melalui penelitian toksisitas akut dan subkronik. Penelitian toksisitas akut diutamakan untuk mencari efek toksik, sedangkan penelitian toksisitas kronik untuk menguji keamanan obat. Penilaian keamanan obat dapat dilalukan melalui tahapan berikut:
1.   Menentukan LD50
2.   Melakukan percobaan toksisitas akut dan kronik untuk menentukan no effect level
3.   Melakukan percobaan karsinogenisitas, teratogenesis dan mutagenisitas.
2.8 Contoh Bahan Kimia Berbahaya Di Sekitar Kita
Tahukah kita, tanpa kita sadari lingkungan sekitar kita termasuk barang-barang kebutuhan sehari-hari yang kita gunakan dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan tubuh kita. Tanpa sadar kita telah menghirup bahan-bahan kimia berbahaya yang berasal dari benda-benda yang terdapat di tempat tinggal kita. Berikut ini diuraikan beberapa bahan kimia berbahaya yang sering terkontaminasi dengan tubuh kita tanpa kita sadari. Meskipun kadar bahan-bahan kimia yang masuk ke udara tersebut belum melebihi ambang batas yang diperbolehkan, namun jika terjadi paparan dalam waktu yang lama.


1. Asbes

Asbes merupakan serat mineral silika yang bersifat fleksibel, tahan lama dan tidak mudah terbakar. Asbes banyak digunakan sebagai penghantar listrik dan penghantar panas yang baik. Asbes banyak digunakan sebagai isolator panas dan pada pipa saluran pembuangan limbah rumah tangga, dan bahan material atap rumah. Asbes banyak digunakan dalam bahan-bahan bangunan. Jika ikatan asbes dalam senyawanya lepas maka serat asbes akan masuk ke udara dan bertahan dalam waktu yang lama.




Gambar 1. Asbes yang rusak
2. Bioaerosol
Kontaminan biologi seperti virus, bakteri, jamur, lumut, serangga atau serbuk sari tumbuhan. Kontaminan biologi tersebut jika dihembus oleh angin akan masuk ke udara dan mencemari udara bersih.
3. Formaldehid
Formaldehid merupakan aldehid sederhana. Gas formaldehid tidak berwarna dan diemisikan dari bahan-bahan bangunan, industri rumah tangga atau proses pembakaran. Formaldehid juga terdapat pada produk kayu yang dipres, papan, papan dinding, tekstil (seperti pada karpet dan pakaian). Formaldehid dapat masuk ke udara akibat terjadi pengikisan dan penguapan akibat panas yang tinggi.
4. Bahan-bahan pertikulat
Dalam kehidupan sehari-hari pertikulat dikenal dengan istilah debu yang berterbangan di udara. Partikulat juga bisa ditemui dalam bentuk logam-logam berta yang jika terhirup oleh manusia akan mengakibatkan penyakit.
5. Senyawa organik volatil (Volatil Organic Compound)
Senyawa organik volatil (VOC) mudah menguap pada suhu kamar. VOC sering ditemui dalam bentuk aerosol yang terdapat pada pembersih, cat, vernis, produk-produk kayu yang di-pres, pestisida dan semir.

6. Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah 129oC. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan fosil dengan udara, berupa gas buangan. Kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam uadra relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu dari gas CO dapat pula terbentuk dari proses industri. Secara alamiah gas CO juga dapat terbentuk, walaupun jumlahnya relatif sedikit, seperti gas hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain. Secara umum terbentuk gas CO adalah melalui proses berikut ini :
1.  Pertama: pembakaran bahan bakar fosil.
2.  Kedua: pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbondioksida (CO2) dengan karbon C yang menghasilkan gas CO.
3.  Ketiga: pada suhu tinggi CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan oksigen.
Penyebaran gas CO diudara tergantung pada keadaan lingkungan. Untuk daerah perkotaan yang banyak kegiatan industrinya dan lalu lintasnya padat, udaranya sudah banyak tercemar oleh gas CO. Sedangkan daerah pinggiran kota atau desa, cemaran CO diudara relatif sedikit. Ternyata tanah yang masih terbuka dimana belum ada bangunan diatasnya, dapat membantu penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan mikroorganisme yang ada didalam tanah mampu menyerap gas CO yang terdapat diudara. Angin dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena perpindahan ke tempat lain. Karbon monoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang akan dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah. Seperti halnya oksigen, gas CO bereaksi dengan darah (hemoglobin).
Hemoglobin + O2  → O2Hb (oksihemoglobin)
Hemoglobin + CO → COHb (karboksihemoglobin)
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Pengaruh karbon monoksida (CO) terhadap tubuh manusia ternyata tidak sama dengan manusia yang satu dengan yang lainnya. Konsentrasi gas CO disuatu ruang akan naik bila di ruangan itu ada orang yang merokok. Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm yang kemudian menjadi encer sekitar 400-5000 ppm selama dihisap. Konsentrasi gas CO yang tinggi didalam asap rokok menyebabkan kandungan COHb dalam darah orang yang merokok jadi meningkat.
Keadaan ini sudah barang tentu sangat membahayakan kesehatan orang yang merokok. Orang yang merokok dalam waktu yang cukup lama (perokok berat) konsentrasi COHb dalam darahnya sekitar 6,9%. Hal inilah yang menyebabkan perokok berat mudah terkena serangan jantung. Pengaruh konsentrasi gas CO di udara sampai dengan dengan 100 ppm terhadap tanaman hampir tidak ada, khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, maka akan mempengaruhi kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang terdapat pada akar tanaman.
Penurunan kesadaran sehingga terjadi banyak kecelakaan, fungsi sistem kontrol syaraf turun serta fungsi jantung dan paru-paru menurun bahkan dapat menyebabkan kematian. Waktu tinggal CO dalam atmosfer lebih kurang 4 bulan. CO dapat dioksidasi menjadi CO2 dalam atmosfer adalah HO dan HOradikal atau oksigen dan ozon. Mikroorganisme tanah merupakan bahan yang dapat menghilangkan CO dari atmosfer. Dari penelitian diketahui bahwa udara yang mengandung CO sebesar 120 ppm dapat dihilangkan selama 3 jam dengan cara mengontakkan dengan 2,8 kg tanah (Human, 1971), dengan demikian mikroorganisme dapat pula menghilangkan senyawa CO dari lingkungan, sejauh ini yang berperan aktif adalah jamur penicillium dan Aspergillus.
 







Gambar 2. Skema Karbon Monoksida
1.   Karbondioksida (CO2)
Sebelum era industrialisasi, kadar karbondioksida di udara masih rendah, yaitu hanya 280 ppm pada tahun 1860. Dengan semakin banyaknya pembakaran batu bara, minyak bumi, dan gas alam berakibat kadar gas itu meningkat hingga 315 ppm pada tahun 1960. Dewasa ini, terjadi peningkatan kadar CO2 diatmosfer sebesar 1 ppm per tahun. Batu bara terdiri atas sebagian besar karbon yang apabila dibakar akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan karbondioksida. Gas alam dan minyak bumi termasuk senyawa hidrokarbon. Pembakaran gas alam dan minyak bumi menghasilkan karbondioksida dan uap air.
Kayu dan tumbuh-tumbuhan merupakan senyawa karbohidrat. Karbohidrat terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Apabila karbohidrat itu bereaksi dengan oksigen didalam badan kita maka akan dihasilkan energi. Jadi, pertambahan penduduk dunia akan menyebabkan semakin banyak karbon dioksida yang dibuang ke udara. Demikian juga dengan semakin luasnya pembabatan hutan, pemanfaatan kembali karbondioksida dari udara dan pengubahannya menjadi oksigen semakin berkurang. Pada dasarnya karbon dioksida tidak berbahaya bagi manusia. Namun, kenaikan kadar CO2 di udara telah mengakibatkan peningkatan suhu di permukaan bumi. Fenomena ini disebut dengan efek rumah kaca, yang disebut juga dengan pemanasan global. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut yang dapat mengancam pemukiman pinggir pantai.









Gambar 3. Skema Karbondioksida
8. Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai dua bentuk yang sifatnya berbeda yakni gas NO2 dan gas NOx. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Gas NO yang mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut tidak berwarna dan tidak berbau. Sedangkan gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat kemerahan. Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali jika gas NO berada dalam konsentrasi tinggi.
Konsentrasi gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada system saraf yang mengakibatkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh oksigen sehinggga menjadi gas NO2. Sumber utama NOx pada atmosfer adalah dari jalan lalu lintas. Ini bertanggung jawab untuk sekitar setengah dari total emisi yang ada di Eropa. Sumber utama lainnya adalah dari pembangkit tenaga listrik, pabrik pemanas, dan proses industri.
Udara yang telah tercemar oleh gas nitrogen oksida tidak hanya berbahaya bagi manusia dan hewan saja, tetapi juga berbahaya bagi kehidupan tanaman. Pengaruh gas NOx pada tanaman antara lain timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Pada konsentrasi yang lebih tinggi gas tersebut dapat menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada jaringan daun. Dalam keadaan seperti ini daun tidak dapat berfungsi sempurna sebagai tempat terbentuknya karbohidrat melalui proses fotosintesis. Akibatnya tanaman tidak dapat berproduksi seperti yang diharapkan. Konsentrasi NO sebanyak 10 ppm sudah dapat menurunkan kemampuan fotosintesis daun sampai sekitar 60% hingga 70%.
Pencemaran udara oleh gas NOx dapat menyebabkan timbulnya Peroxy Acetil Nitrates yang disingkat dengan PAN. Peroxy Acetil Nitrates ini menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan mata terasa pedih dan berair. Campuran PAN bersama senyawa kimia lainnya yang ada di udara dapat menyebabkan terjadinya kabut foto kimia atau Photo Chemistry Smog yang sangat menggangu lingkungan. Pada sangat konsentrasi tinggi, dimana mungkin hanya dialami pada kecelakaan industri yang fatal, paparan NO2 dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru yang berat dan cepat. Pengaruh kesehatan mungkin juga terjadi pada konsentrasi ambien yang jauh lebih rendah seperti pada pengamatan selama peristiwa polusi di kota. Bukti yang didapatkan menyarankan bahwa penyebaran ambient kemungkinan akibat dari pengaruh kronik dan akut, khususnya pada sub-grup populasi orang yang terkena asma.
NO2 terutama berkelakuan sebagai agen pengoksidasi yang kemungkinan merusak membran sel dan protein. Pada konsentrasi tinggi, saluran udara akan menyebabkan peradangan yang akut. Ditambah lagi, penyebaran dalam waktu-singkat berpengaruh terhadap peningkatan resiko infeksi saluran pernapasan. Untuk penyebaran yang akut, hanya konsentrasi yang sangat tinggi (>1880 Mg/m3, 1 ppm) mempengaruhi kesehatan bilamana, seseorang dengan asma atau penyakit paru-paru yang akut lebih rentan pada konsentrasi lebih rendah. Studi epidemiologika ambient dan investigasi toksikologi hewan mendemontrasikan bahwa perpanjangan penyebaran NO2 dapat mengurangi pertahanan paru-paru dan perubahan struktur paru-paru secara signifikan.
Gambar 4. Skema Nitrogen Oksida
9. Ozon (O3)
Ozon merupakan polutan sekunder yang merupakan emisi tidak langsung kedalam udara tetapi dibentuk oleh reaksi fotokimia. Ozon merupakan senyawa yang terdiri daripada tiga atom oksigen setiap molekul. Pada suhu dan tekanan biasa ia berbentuk gas biru. Ozon membentuk cairan biru tua pada suhu bawah -112oC, dan cairan biru tua gelap pada suhu di bawah -193oC. Ozon diketahui menyerap radiasi UV-B. Ozon terbentuk di lapisan ozon. Lapisan ozon dapat terkikis oleh klorofluorokarbon (CFC). Ozon terbentuk melalui interaksi cahaya ultraviolet dengan atmosfer bumi dan membentuk satu lapisan ozon pada ketinggian 50 kilometer.
Ozon diyakini sebagai bahan beracun dan bahan pencemar biasa. Ozon mempunyai bau yang keras menusuk hidung. Ozon juga terbentuk pada kadar rendah dalam udara akibat arus eletrik seperti kilat, dan oleh tenaga tinggi seperti radiasi eletromagnetik. Ozon merupakan polutan fotokimia yang dibentuk dari senyawa organik volatil, NOx dan CO dengan bantuan radiasi matahari pada panjang gelombang pendek. Ozon dapat masuk kedalam tubuh melalui pernapasan dan dapat menyerang sistem pernapasan karena ozon tidak larut dalam air. Kontaminasi yang akut ke tingkatan ozon yang lebih tinggi dapat menginduksi perubahan pada fungsi paru-paru, peradangan saluran udara dan peningkatan penyakit saluran udara menjadi penyakit yang berhubungan dengan bronkitis.
http://www.export.gov.il/Eng/_Uploads/4076ozon.jpg
Gambar 5. Skema Ozon
2.9 Pencegahan dan Penanggulangan Bahan Kimia Beracun
Peredaran bahan kimia semakin hari semakin pesat, hal ini disamping memberikan manfaat yang besar  juga dapat menimbulkan masalah yang tak kalah besar terhadap manusia terutama di bidang kesehatan. Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di Negara maju maupun negara berkembang. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun banyak dilaporkan kejadian keracunan di beberapa rumah sakit, tetapi angka tersebut tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya di masyarakat. Dari data statistik diketahui bahwa penyebab keracunan yang banyak terjadi di Indonesia adalah akibat paparan pestisida, obat obatan, hidrokarbon, bahan kimia korosif, alkohol dan beberapa racun alamiah termasuk bisa ular, tetradotoksin, asam jengkolat dan beberapa tanaman beracun lainnya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru paru, hati,  ginjal dan lainnya.  Tetapi  zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
1.    Usaha-Usaha Pencegahan Terjadinya Keracunan
Usaha usaha pencegahan keracunan perlu dilakukan di tempat dimana bahankimia tersebut sering digunakan. Rumah tangga merupakan salah satu penggunaan produk produk industri, sehingga perlu dilakukan langkah praktis untuk pencegahan terjadinya keracunan, disamping itu pada tempat kerja baik pada industri kecil ( home industri )  maupun industri besar  merupakan tempat utama terdapatnya bahan bahan kimia baik sebagai bahan baku sebagai  hasil produk dari industri yang siap diedarkan kepada masyarakat. Usaha-usaha mencegah keracunan di rumah tangga, antara lain :
1.      Simpanlah produk kimia rumah tangga, obat obatan, kosmetika dan produk lain yang memiliki potensi bahaya pada tempat tertutup dan terkunci serta jauh dari jangkauan anak anak.
2.      Gunakan produk yang wadahnya memiliki tutup yang tidak mudah dibuka oleh anak-anak.
3.      Jangan menaruh bahan kimia / berbahaya di sembarang tempat.
4.      Simpanlah bahan kimia hanya pada wadah aslinya dan beri label berisi nama bahan.
5.      Jangan sekali kali menyimpan bahan kimia pada wadah makanan maupun minuman atau sebaliknya.
6.      Jangan membuang atau merusak label pada wadah asli sebuah produk, baca label dengan teliti sebelum memakainya.
7.      Bila akan menggunakan bahan kimia (baik pestisida atau pembersih lantai) selalu gunakan alat pelindung diri, minimal masker atau sarung tangan.
8.      Cuci tangan dengan sabun setiap habis menggunakan bahan kimia
9.      Periksa kotak obat anda secara berkala, buanglah obat yang sudah rusak atau kadaluarsa ketempat aman, jangan buang obat ke tempat yang orang lain masih bisa mengambilnya kembali.
10.  Simpanlah obat obatan dalam wadah aslinya lengkap dengan labelnya sehingga kita dapat mengenali obat tersebut beserta bahan aktifnya.
11.  Sebelum meminum obat atau memberikan obat pada anak kecil malam hari, nyalakanlah lampu terlebih dahulu, lalu baca teliti dosis  dan aturan pakai.
12.  Anak-anak cenderung meniru tindakan yang dilakukan orang dewasa. Hindarilah meminum obat di hadapan anak kecil, dan jangan pernah menyebut obat sebagai permen kepada anak anak.
13.  Pestisida dan penyegar ruangan akan terakumulasi pada karpet, kalau ingin menyemprot hindari dari karpet misalnya dengan menggulung terlebih dahulu atau jangan gunakan karpet pada ruangan ini.
14.  Jika ingin menyemprot pestisida hindari anak anak dan binatang kesayangan. Lakukan penyemprotan 1 jam sebelum ruangan dipakai.
15.  Jangan pernah meletakkan anti ngengat /kamper disembarang tempat. Letakkan kamper di tempat yang terkunci dan jauh dari jangkauan anak anak.
2.   Penatalaksanaan dan Implikasi Keperawatan
Orang sering menghubungkan racun dengan antidotnya, padahal sebenarnya hanya ada sedikit antidot spesifik. Penanganan yang tepat dan hati-hati akan mencegah kondisi korban menjadi lebih fatal. Seorang perawat dalam menangani kasus keracunan ini bisa berperan dalam proses pengkajian, perencanaan, implementasi sampai evaluasi. Pada pengelolaan pasien keracunan yang paling penting adalah penilaian klinis, meskipun sebab keracunan belum diketahui. Hal ini disebabkan karena pengobatan simtomatis sudah dapat dilakukan terhadap gejala-gejalanya. Diantaranya yang sangat penting pada permulaan keracunan adalah penilaian kesadaran dan respirasi. Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang beratnya keracunan. Tingkat kesadaran dalam toksikologi dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
1.   Tingkat I : penderita ngantuk tapi mudah diajak bicara
2.   Tingkat II : penderita dalam keadaaan sopor, dapat dibangunkan dengan rangsang minimal, misalnya bicara keras-keras atau menggoyang lengan
3.   Tingkat III : penderita dalam keadaan soporokoma, hanya dapat bereaksi dengan rangsang maksimal, yaitu dengan menggosok sternum dengan kepalan tangan.
4.   Tingkat IV : penderita dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikitpun terhadap rangsang maksimal.
Rencana tindakan untuk pasien keracunan meliputi:
a.      Stabilisasi
Perawatan pasien keracunan diarahkan untuk stabilisasi masalah-masalah mendesak jalan nafas yang mengancam hidup, pernafasan dan sirkulasi. Langkah-langkah stabilisasi adalah sebagai berikut:
1.   Kaji dan tangani jalan nafas
2.   Kaji dan kontrol perdarahan. Cegah dan tangani dengan pemberian produk darah jika perlu.
3.   Kaji terhadap adanya cidera yang berkaitan dengan proses penyakit lain
4.   Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit
5.   Kaji status jantung
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada wilayah-wilayah yang mungkin memberi petunjuk ke arah diagnosis toksikologi, meliputi:
1.   Tanda-tanda vital
            Evaluasi yang teliti terhadap tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran.
2. Mata
            Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk toksikologis, karena beberapa kasus toksikologis menyebabkan perubahan pada mata. Tetapi dalam menentukan prognosis keracunan gejala ini tidak bisa dijadikan pegangan.
3. Mulut
            Mulut mungkin menunjukkan tanda-tanda terbakar yang disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin menunjukkan bekas tertentu yang menjadi cirikas dari suatu bahan toksik.
4. Kulit
         Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar keringat yang berlebihan.
5. Abdomen
         Pemeriksaan abdomen bisa menunjukkan adanya ileus, bising usus yang hiperaktif, dan kejang abdomen. Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan tingkat kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya bising usus negatif, dan pada tingkat IV selalu negatif, sehingga pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mencocokkan tingkat kesadaran, misalnya pada orang yang bersimulasi.
6.   Sistem saraf
         Seizure fokal atau defisit motorik menunjukkan adanya lesi struktural daripada toksik atau ensefalopati metabolik. Pada intinya penanganan awal pada kasus keracunan adalah menangani masalah ABC, bukan mencari penyebab keracunannya apa, baru setelah kondisi stabil dicari penyebab keracunan.
b.      Program Biodetoxification
Banyak gangguan dan penyakit dapat disebabkan atau diperburuk oleh kelebihan beban dari racun kimia yang disimpan. Menangani aspek Load Stres Total Tubuh dapat benar-benar hidup menabung untuk orang kimia terluka melalui eksposur kimia akut atau kronis. beban racun tubuh kita sangat penting untuk kesehatan kita. Inilah sebabnya mengapa kita sering mengatakan, "Kami tidak hanya mendapatkan sakit, tapi sedang dibuat sakit." Pada akar hipersensitif terhadap polutan udara yang umum seperti pestisida, pengharum sintetis, dan asap petrokimia-tiga masalah umum: suatu beban tubuh meningkat dari racun, sebuah deplesi nutrisi utama yang digunakan dalam proses normal tubuh detoksifikasi, dan, pada kali, sistem detoksifikasi inheren lemah.
Setiap pasien yang kita lihat di Pusat Keselamatan dan Lingkungan Kedokteran dievaluasi dan diperlakukan secara individu. Berdasarkan individu sejarah sebuah dan hasil laboratorium, dokter kita dapat menentukan apakah kelebihan beban dari racun kimia yang disimpan merupakan penyebab utama pasien tanda-tanda dan gejala. Jika demikian, Program Biodetoxification menawarkan komprehensif dan biaya perawatan yang paling efektif dalam waktu paling sedikit.
Untuk menawarkan aman, perawatan intensif untuk mengurangi beban tubuh bahan kimia beracun. Kami unit Biodetoxification adalah salah satu unit seperti hanya setengah lusin di seluruh negeri, dan untuk pengetahuan kita, itu adalah unit yang berdiri sendiri terbesar untuk protokol perawatan Dr. Lieberman latar belakang dan pengalaman dalam Toksikologi telah menjadikannya seorang pakar yang diakui dalam bidang ini. Sebelum pasien masuk program, pengujian laboratorium khusus dilakukan untuk menentukan beban tubuh kimia beracun dan bagaimana ini dapat mempengaruhi kimia tubuh, kekebalan, dan fungsi secara keseluruhan. Sejumlah besar waktu dan penelitian masuk ke dalam pengembangan Program Biodetoxification kami. Setiap bagian dari program ini telah berkembang sesuai dengan kebutuhan dan hasil dari pasien kami.
Ratusan pasien dari seluruh dunia sekarang telah menyelesaikan Program Biodetoxification di Center. Pasien datang kepada kami pada rujukan mereka sendiri (sering kali karena seseorang yang mereka kenal memiliki hasil yang baik) atau pada rujukan dari berbagai negara atau program federal.
Center Program Biodetoxification menggunakan prosedur klinis yang aman mengurangi beban tubuh bahan kimia beracun, termasuk bahan kimia yang disimpan berikut paparan udara pekerjaan, kecelakaan, dan  kronis. Bahan kimia mengikat jaringan manusia atas dasar sifat lipofilik mereka yang berarti harfiah “Tertarik untuk lemak” Ketika tubuh kita menyerap racun lipofilik, mereka disimpan di lemak dan dirilis setiap kali jaringan lemak dipecah untuk menyediakan energi. Jadi, meskipun kita awalnya mungkin diracuni oleh sumber (luar) ekstrinsik dari toksin, kami dapat terus diracuni selama jangka waktu lama dengan intrinsik kita sendiri (di dalam) tubuh tersebut racun.
Proses biodetoxification dirancang untuk menghapus toxicants menggunakan tiga mekanisme dasar:
1.   Mobilisasi bahan kimia terikat dari situs penyimpanan melalui lipolisis (pemecahan jaringan lemak).
2.   Peningkatan sistem alami tubuh detoksifikasi dan biotransformasi.
3.   Peningkatan ekskresi dan penghambatan penyerapan kembali.
Ketiga mekanisme izin percepatan tubuh sistem detoksifikasi, sehingga memungkinkan untuk mengurangi waktu yang biasanya diperlukan untuk mengurangi beban tubuh dari bulan ke bulan. Pusat Keselamatan dan Lingkungan Pengobatan menggunakan rawat jalan empat minggu Biodetoxification Program operasi delapan jam setiap hari, lima hari per minggu, untuk perawatan pasien rata-rata. Namun, beberapa pasien mungkin memerlukan lebih banyak waktu, dari empat sampai sepuluh minggu.
Setiap status pasien dimonitor melalui kerja laboratorium. Ini merupakan program intensif harian, mingguan dan terapi pijat drainase limfatik oleh terapis pijat berlisensi, penambahan nutrisi harian biodetoxification, terapi nutrisi intravena dua kali seminggu, dan sesi kelompok mingguan dukungan psikologis dengan seorang konselor kesehatan mental berlisensi. (Konseling individual juga tersedia, dengan biaya tambahan.)
Bagian empat minggu intensif dari program di Pusat dilanjutkan melalui prosedur perawatan detoksifikasi yang dapat dilakukan di rumah. Kami mengajarkan pasien cara aman dan efektif terus biodetoxification pemeliharaan sendiri, dengan hanya periodik tindak lanjut dengan dokter di Center untuk memantau kemajuan mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1.      Toksikologi kimia sangat berbahaya bagi kehidupan, tanpa kita sadarari.
2.      Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri.
3.      Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit yang fatal.
4.      Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang cepat dan perawatan suportif yang baik.
5.      Sebagian kematian disebabkan oleh bunuh diri dengan mengkonsumsi obat secara overdosis oleh remaja maupun orang dewasa.







Ringkasan Evaluasi
RARA SANTI YONATHA. T
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Pengertian Evaluasi dan Evaluasi Pendidikan
Evaluasi adalalah nilai, Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.

  1. Hubungan Antara Penilaian dengan Pengukuran
Perbedaan antara perngukuran dengan penilaian Wandt dan Brown (1977) menyatan: Pengukuran adalah suatu tindakan atau roses untuk menentukan luas atau kuantitatif dari sesuatu; ia akan memberikan jawab atas pertanyaan, adapun penilaian atau evaluasi yaitu sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu itu,akan memberikan jawab atas pertanyaan.

  1. Perbedaan Antara Penilaian dan Penelitian
Sekalipun antara penilaian dan penelitian terdapat kesamaan atau setidak-tidaknya mendekati sama, yaitu dari segi tahapan atau langkah-langkah pelaksanaannya, yaitu diawai dengan perencanaan yang sistematis, pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interprestasi terhadp data yang telah berhasil dihimpun dalam kedua jenis kegiatan itu; namun diantara kedudukannya itu terdapat perbedaan yang bersifat mendasar.

  1. Fungsi Evaluasi Pendidikan
·         Untuk mengetahui persiapan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
·         Untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan
·         Untuk mengetahui apakah suatu materi yang diajarkan dapat dilanjutkan dengan materi yang baru atau harus mengulang materi yang lampau
·         Untuk mndapatkan bahan informasi yang menentukan apakah seorang peserta didik bisa naik kelas atau tingkat yang lebih tinggi atau tidak
·         Untuk membandingkan apakah prestasi yang dicapai sudah sesuai dengan kapasitasnya atau belum
·         Untuk menafsirkan apakah seseorang peserta didik sudah cukup matang untuk dilepaskan kedalam masyarakat atau untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
·         Untuk mengetahui efesiensi kerja metode pembelajaran yang telah digunaan

  1. Tujuan Evaluasi Pendidikan
·         Mengembangkan kemampuan berkonsentrasi
·         Meningkatkan kecakapan menghapal
·         Meningkatkan kecakapan mendengar
·         Mempelajari fakta- konsep- prinsip- teori
·         Meningkatkan kecakapan menyimak
·         Menyajikan entry behavior atau kemampuan awal mahasiswa

  1. Kegunaan Evalusi Pendidikan
1.      Terbentuknya kemungkinan bagi evaluator guna memperoleh informasi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka pelaksanaan program pendidikan
2.      Terbentuknya kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi antara program pendidikan yang telah dirumuskan ,dengan tujuan yang hendak dicapai
3.      Terbentuknya kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha perbaikan ,penyesuain dan penyempurnaan program pendidikan yang dipandang lebih berdaya guna dan berhasil guna, sehingga tujuan yang dicita-citakan akan dapat dicapai dengan hasil yang sebaik- baiknya.

  1. Klasifikasi Evaluasi Pendidikan
1.      Klasifikasi evaluasi pendidikan dengan mendasarkan diri pada fungsi yang dimiliki oleh evaluasi dalam proses pendidikan
·         Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan –kebutuhan psikologis
·         Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan –kebutuhan didaktik
2.      Klasifikasi evaluasi pendidikan yang didasarkan pada pemanfaatan informasi yang bersumber dari kegiatan evaluasi untuk kepentingan pengambilan keputusan pendidikan
·         Evaluasi pendidikan yang mendasarkan diri pada banyaknya orang yang
·         terlibat dalam pengambilan keputusan pendidikan
a)      Evaluasi pendidikan dalam rangka pengambilan keputusan pendidikan yang bersifat induvidual
b)      Evaluasi pendidikan dalam rangka pengambilan keputusan pendidikan yang bersifat institusional
·         Evaluasi pendidikan yang mendasarkan diri pada jenis atau macamnya keputusan pendidikan
a)      Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka pengambilan keputusan yang bersifat didaktik
b)      Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka pengambilan keputusan-keputusan pendidikan yang bersifat bimbingan dan penyuluhan
c)      Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat administratif
d)     Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka pengambilan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kegiatan penelitian ilmiah
·         Evaluasi pendidikan yang dilatarbelakangi oleh pertanyaan ;kapan, atau pada bagian manakah evaluasi itu seharusnya dilaksanakan
a)      Evaluasi formatif
b)      Evaluasi sumatif
  1. Obyek atau Sasaran Evaluasi Pendidikan
·         Aspek kemampuan
·         Aspek kepribadian
·         Aspek sikap
  1. Subyek (Pelaku) Evaluasi Pendidikan
Yaitu orang yang melakukan pekerjaan evaluasi dalam bidang pendidikan. Dalam kegiatan evaluasi pendidikan dimana sasaran evaluasinya adalah prestasi belajar, maka subjek evaluasinya adalah guru atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu.
  1. Ruang Lingkup Evaluasi Pendidikan diSekolah
·         Evaluasi mengenai program pengajaran
a.       evaluasi terhadap tujuan pengajaran
b.      evaluasi terhadap isi program pengajaran
c.       evaluasi terhadap strategi belajar mengajar
·         Evaluasi mengenai program pelaksanaan pengajaran
a. kesesuaian antara proses belajar
b. kesiapan guru
c. kesiapan siswa
d. minat dan perhatian siswa
e. keaktifan siswa
f. peranan bimbingan terhadap siswa
g. komunikasi guru dan murid
h. motivasi terhadap siswa
i. pemberian tugas-tugas terhadap siswa
j. upaya dampak negatif terhadap siswa
·         Evaluasi mengenai hasil belajar (hasil pengajaran)
a.       evaluasi mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan khusus yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas
b.      evaluasi mengenai tingkat pencapaian peserta didik terhadap tukuan-tujuan umum pengajaran.

BAB II
TEKNIK EVALUASI HASIL BELAJAR

A.    Prinsip – Prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
·         Prinsip Keseluruhan
Prisnsip keseluruhan atau prinsip menyeluruh juga dikenal dengan istilah prinsip komprehensif (comprehensif). Evaluasi 9belajar akan berhasil dengan baik jika pelaksanaan nya secara bulat, utuh,  atau seluruhnya , tidak boleh dilakukan secara terpisah, atau sepotong- potong. Ini berari evaluasi harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku siswa seperti aspek kognetif, aspek afektif, aspek psikomotorik
·         Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan juga dikenal dengan prinsip kontinuitas (continuity). Evaluasi hasil belajar dilakukan secara teratur dan kontinunya atau terus menerus dari waktu kewakt. Dengan demikian evaluator dapat mengetahui perkembangan dan kemajuan peserta didik dari awal sampai akhir mengikuti suatu program atau jenjang disuatu lembaga pendidikan. Agar tujuan pengajaran sebagaimana telah dirumuskan pada Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dapat dicapai dengan sebaik – baiknya.
·         Prinsip Obyektivitas
Evaluasi hasil belajar harus dilepas dari faktor-faktor subyektif, untuk itu seorang evaluator harus bersikap netral, apa adanya sesuai dengan obyeknya dan tidak boleh mementingkan diri.

B.     Ciri – Ciri Evalusi Belajar
1.      Evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik,  pengukurannya dilakukan secara tidak langsung
2.      Pengukuran dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif. Hasil- hasil pengukuran itu kemudian dianalisis dengan menggunakan metode statistik untuk pada akhirnya diinterprestasikan secara kuanlitatif.
3.      Pada kegiatan evaluasi hasil belajar, umumnya digunakan unit – unit  atau satuan-satuan yang tetap. Hal ini didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa pada tiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen. Jika dihadapkan pada suatu tes hasil belajar, maka prestasi belajar yang mereka raih akan tertulis dalam bentuk kurva normal.
4.      Prestasi belajar yang dicapai oleh para peserta didik dari waktu kewaktu bersifat relatif, dalam arti bahwa hasil evaluasi terhadap keberhasilan belajar pada umumnya tidak selalu menunjukan kesamaan atau keajegan. Jadi evaluasi yang diberikan pada tahap pertama kepada suatu subyek, belum tentu hasilnya sama dengan pemberian evaluasi pada tahap-tahap berikutnya untuk subyek tersebut.
5.      Dalam kegiatan evaluasi hasil belajar, sulit untuk dihindari terjadinya kekeliruan dengan pengukuran (error). Ada dua kemungkinan kekeliruan, mungkin nilai yang diberikan itu lebih rendah dibandingkan dengan nilai sebenarnya yang dimiliki oleh peserta didik atau mungkin juga sebaliknya. Nilai yang diberikan itu lebih tinggi, dibandingkan nilai yang dimiliki oleh peserta didik.
Menurut J.P. Guilford, banyaknya sumber – sumber  kekeliruan pengukuran atau error ada empat hal yang dipandang erat hubungannya dengan kekeliruan pengukuran:
(1)  Kekeliruan pengukuran yang bersumber dari kekeliruan sampling, yaitu kekeliruan yang dibuat oleh tester di dalam menentukan butir – butir item sebagai sampel bahan ajar yang harus diujikan.
(2)  Kekeliruan pengukuran yang bersumber dari kekeliruan scoring, yaitu kekeliruan dalam memelakukan pemberian skor.
(3)  Kekeliruan pengukuran yang bersumber dari kekeliruan ranking, yaitu kekeliruan yang diperbuat oleh pemberi skor (scorer) dalam menentukan urutan kedudukan skor skor yang dimiliki oleh para peserta didik dalam suatu tes atau ujian.
(4) Kekeliruan pengukuran bersumber dari kekeliruan guessing, yaitu kekeliruan yang terjadi sebagai akibat permainan spekulasi atau tebak terka dikalangan tes – tes dalam memberikan jawaban terhadap butir soal yang diajukan kepada mereka.
C.     Ranah Kognitif, Ranah Afektif dan Ranah Psikomotorik Sebagai Obyek Evaluasi Hasil Belajar
·         Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
·         Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
·         Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
D.    Langkah – Langkah Pokok Dalam Evaluasi Hasil Belajar
·         Pilih beberapa topik atau konsep yang baru atau akan dipelajari
·         Suruh siswa atau mahasiswa menyiapkan satu lembar kertas
·         Perintah mahasiswa untuk menulis materinya
·         korelasi
E.     Teknik – Teknik Evaluasi Hasil Belajar diSekolah
·         Teknik tes
      Maka evaluasi hasil proses pembelajaran disekolah itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik.
·         Teknik nontes
            Maka evaluasi dilakukan tanpa menguji peserta didik.

BAB III
TEKNIK TES DAN TEKNIK NONTES
SEBAGAI ALAT EVALUASI HASIL BELAJAR
A.    Teknik Tes
Yaitu merupakan suatu kenyataan bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara induvidu yang satu dengan induvidu lainnya.
1.      Pengertian Tes
            Yaitu cara (yang dapat dipergunakan ) atau prosedur (yang peru ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan –pertanyaan yang harus dijawab). Atau perintah- perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai yang dilambangkan tingkah laku atau prestasi testee ; nilai mana dapat membandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
2.      Fungsi Tes
a)      Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b)      Sebagai alat pengukur keberhasilan program pegajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
3.      Penggolangan Tes
a)      Penggolangan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik
1.      tes seleksi
      Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, dimana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
2.      tes awal
      Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik. Jadi tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Karena itu maka butir-butir soalnya dibuat yangmudah-mudah.
3.      tes akhir
      Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan  sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
4.      tes diagnostik
      Tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaranyang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata pembelajaran tertentu. Tes ini dapat dilaksanakan dengan secara lisan, tertulis, perbuatan atau kombinasi dari ketiganya.
5.      tes formatif
      Yaitu tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik ”telah terbentuk” (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pemelajaran dalam jangka waktu tertentu.
6.      tes sumatif
      Yaitu tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Tujuannya yaitu untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b)      Penggolangan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diucapkan
1.      Tes Intelegensi, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan dengan tujuan untuk mengungkapkan atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
2.      Tes Kemampuan, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkapkan kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
3.      Tes Sikap, yaitu untuk mengungkapkan predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk  melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia skitarnya.
4.      Tes Kepribadian, yakni tes yang bertujuan mengungkapkan ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriah, seperti gaya berbicara, cara berpakaian, nada suara, hobi dan sebagainya.
5.      Tes Hasil Belajar, yakni tes untuk mengungkapkan tingkat pencapaian atau prestasi.  
c)      Penggolangan lain-lain
Banyaknya orang yang mengikuti tes, dibedakan 2 golongan yaitu ;
·         Tes induvidu, yakni tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu orang tester saja.
·         Tes kelompok, yakni tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang tester.
Dari segi waktu, dibedakan 2 golongan, yaitu ;
·         Power test, yakni tes dimana waktu yang disediakan buat tester untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi
·         Speed test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
Dari segi bentuk respon, dibedakan dua golongan, yaitu;
·         Verbal test, yakni tes yang menghendaki respon dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis.
·         Nonverbal test, yakni tes yang menghendaki respon dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku.
Cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabnnya, dibedakan 2 golongan, yaitu ;
·         Tes tertulis
·         Tes lisan

B.     Teknik Nontes
      Yaitu dilakukan tanpa ”menguji” peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan pengamatan secara sistematis ,melakukan wawancara, penyebaran angket, dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen. Teknis non tes ini pada umumnya memegang peranan penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup dan ranah keterampilan.
1.      Pengamatan
Yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena- fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi dapat dilakukan baik secara partisipasif maupun nonpartisipatif. Dapat juga berbentuk eksperimental dan noneksperimental, berpartisipasi dan non partisipasi, dalam bentuk sistematis dan nonsistematis.  
      Kebaikan ;
·         Data observasi itu diperoleh secara langsung dilapangan, yakni dengan jalan melihat dan mengamati kegiatan atau ekspresi peserta didik didalam melakukan sesuatu.
·         Data hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing induvidu peserta didik.
      Kelemahan ;
·         Observasi sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh para pengajar.
·         Kepribadian dari observasi atau evaluator juga acapkali mewarnai atau menyelinap masuk kedalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi.
·         Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkapkan ”kulit luar” nya saja, belum dapat diungkapkan secara tuntas.

2.      Wawancara
Yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muda, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
Ada 2 jenis wawancara yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi, yaitu :
·         Wawancara terpimpin,
·         Wawancara tidak terpimpin
Kelibihan ; bahwa dengan melakukan wawancara, pewawancara sebagai evaluator (dalam hal ini adalah guru, dosen, dan lain-lain ) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
Kelemahan ;
·         Jumlah responden terbatas
·         Responden gugup menjawab
·         Masalah bahasa
·         Penyesuaian diri dengan responden
3.      Angket
Yaitu suatu cara atau alat yang digunakan untuk pengambilan data atau informasi berupa daftar pertanyaan atau isian atau pilihan yang diberikan kepada sekelompok responden untuk dijawab atau disi.
      Pengelompokan angket ;
·         Angket langsung
·         Angket tidak langsung
Tujuan angket ; memperoleh data tentang latarbekakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
Kelebihan ;
·         Sederhana
·         Jangkauan luas
·         Tidak begitu ketat waktu
·         Jumlah respon bisa banyak bisa sedikit
·         Tidak grogi dalam menjawab
Kelemahan ;
·         Asal jawab
·         Buta huruf  tidak bisa menjawab
·         Terlalu fermalistic
·         Ikut-ikutan dalam menjawab
·         Tunanetra tidak bisa menjawab
4.      Pemeriksaan Dokumen
      Kelebihan ;
·         Mudah diperoleh
·         Tidak memerlukan biaya yang tinggi
·         Bisa dilakukan kapan saja
Kelemahan ;
·         Kadang-kadang datanya tidak akurat lagi
·         Data dibuat-buat dan sulit menemui pihak-pihak yang menyimpan dokumen tersebut
·         Informasi kurang lengkap

 BAB 4
Teknik Penyusunan dan Pelaksanaan Tes Hasil Belajar

A.    Ciri-Ciri Tes Hasil Belajar yang Baik
1.      Tes hasil belajar tersebut bersifat valid atau memiliki validitas. Kata “valid” sering diartikan dengan: tepat, benar, shahih, abash, jadi kata validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan, atau keabsahan. Sebuah tes dikatakan telah memiliki “validitas” apabila tes tersebut dengan secara tepat, benar, dan telah dapat mengungkap atau mengukur apa yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes tersebut.
2.      Tes hasil belajar tersebut telah memiliki reliabilitas atau bersifat reliable. Kata “reliabilitas” sering diterjemahkan dengan keajengan (= stability) atau kematapan(= consistency). Artinya sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliable apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetp sama atau stabil. Untuk mengetahui tes hasil belajar sudah memiliki reliabilitas yang tinggi atau rendah digunakan tiga jenis pendekatan, yaitu: (a) pendekatan single test atau single trial, (b) pendekatan test retest dan (c) pendekatan alternate forms
3.      Tes hasil belajar tersebut bersifat obyektif. Dalam hubungan ini sebuah tes hasil belajar dapat dikatakan sebagai tes hasil belajar yang obyektif, apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan “menurut apa adanya”.
4.      Tes hasil belajar tersebut bersifat praktis dan ekonomis. Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah karena tes itu sederhana dan lengkap. Bersifat ekonomis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut tidak memakan waktu yang panjang dan tidak memerlukan tnaga serta biaya yang banyak.  

B.     Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar
1.      Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instrukional.
2.      Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representative dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.
3.      Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
4.      Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pernyataan tersebut mengandung makna, bahwa desain tes hasil belajar harus disusun relevan dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes.
5.      Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan. Artinya setelah tes hasil belajar itu dilaksanakan berkali-kali terhadap subyek yang sama, hasilnya selalu sama atau relative sama. Dengan demikian tes hasil belajar itu hendaknya memiliki keajengan hasil pengukuran yang tidak diragukan lagi.
6.      Tes hasil belajar disamping, harus dapat dijadikan alat pengukur keberhailan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.

C.    Bentuk-Bentuk Tes Hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya
1.      Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
a.       Pengertian Tes Uraian
Tes uraian (essay test atau tes subyektif), adalah tes hsil belajar yang memiliki karakteristik yaitu:
©       Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umunya cukup panjang.
©       Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya.
©       Jumlah butir soal umunya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai sepuluh butir.
©       Pada umunya butir soal diawali dengan kata-kata: “Jelaskan…….”, ‘Terangka…….”, “Uraikan…….”, “Mengapa……”, “Bagaimana…..”.
b.      Penggolongan Tes Uraian
Tes uraian dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
©       Tes Uraian Terbuka, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee sepenuhnya diserahkan kepada testee itu sendiri.
©       Tes Uraian Terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee adalah jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).
c.       Ketepatan Penggunaan Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuat soal disamping ingin mengungkap daya ingat dan pemahaman tstee terhadap materi pelajaran yang dinyatakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya. Kecuali itu tes subyektif ini tepat dipergunakan apabila jumla testee terbatas.
d.      Segi-segi Kebaikan dan Kelemahan Tes Uraian
Keunggulan:
1.      Merupakan jenis tes hasil belajar yang pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
2.      Dapat mencegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi di kalangan testee.
3.      Penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan penguasaan testee dalam memahami materi.
4.      Testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani mengemukakan pendapat dengan menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa hasil olahan sendiri.
Kelemahan:
1.      Tes ini kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan kepada testee.
2.      Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit.
3.      Dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa testee lebih banyak bersifat subyektif.
4.      Pekerjaan koreksi terhadap lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan kepada orang lain, sebab pada tes uraian orang paling yang paling tahu mengenai jawabannya adalah pembuat soal sendiri.
5.      Daya validitas dan reliabilitas yang dimiliki oleh tes ini pada umunya rendah.
e.       Petunjuk Operasional dalam Penyusunan Tes Uraian
1.      Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, diusahakan mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan.
2.      Hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran.
3.      Setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara tegas, bagaimana seharusnya jawaban yang dikehendaki.
4.      Dalam penyusunannya hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan jangan dibuat seragam.
5.      Kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan jelas.
6.      Hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.   
2.      Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif
a.       Pengertian Tes Obyektif
Tes obyektif atau tes jawaban pendek adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing items.
b.      Penggolongan Tes Obyektif
1.      Tes Obyektif Bentuk Benar Salah (true – False Test)
Adalah salah satu bentuk tes obyektif di mana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan, pernyataan mana ada yang benar dan ada yang salah. 
2.      Tes Obyektif Bentuk Matcing
Adalah tes obyektif yang memiliki ciri-ciri terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban, tugas testee adalah mencari dan menempatkan jawaban yang telah disediakan sehingga sesuai atau cocok dari pertanyaannya.
3.      Tes Obyektif Bentuk Melengkapi
Adalah tes yang melengkapi atau menyempurnakan, yaitu salah satu jenis tes obyektif yang memiliki ciri, terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dihilangkan, dan diganti dengn titik-titik.
4.      Tes Obyektif Bentuk Isian
Adalah tes yang berbentuk cerita atau karangan. Kata-kata penting dalam cerita atau karangan itu beberapa diantaranya dikosongkan (tidak dinyatakan), sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang telah dikosongkan itu.
5.      Tes Obyektif Bentuk Pilihan Ganda
Adalah salah satu tes obyektif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai, dan untuk menyelesaikannya harus dipilih salah satu (atau lebih) dari beberapa kemungkinan jawab yang telah disediakan pada tiap-tiap butir soal yang bersangkutan. 
c.       Ketepatan Penggunaan Tes Obyektif
Tes obyektif tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan seperti:
         Peserta tes jumlahnya cukup banyak
         Penyusun tes telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang luas dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif.
         Penyusun tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan penyusunan butir-butir soal tes obyektif.
         Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir soal tes obyektif itu tidak hanya akan dipergunakan dalam satu kali tes saja, melainkan akan dipergunakan lagi.
         Penyusun tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan butir-butir soal tes obyektif yang disusunnya itu, akan dapat dilakukan penganalisaan.
         Penyusun tes berkeyakinan penuhbahwa dengan mengeluarkan butir-butir soal tes obyektif, maka prinsip obyektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan.
d.      Segi-segi Kebaikan dan Kelemahan Tes Obyektif
Keunggulan:
         Tes obyektif sifatnya lebih representative dalam hal mencakup dan mewakili materi yang telah diajarkan keapada peserta didik.
         Tes obyektiflebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih obyektif, baik dalam mengoreksi, menentukan bobot skor maupun menentukan nilai hasil tesnya.
         Mengoreksi hasil tes obyektif adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat.
         Berbeda dengan tes uraian, maka tes obyektif memberikan kemungkinan kepada orang lain untuk ditugasi mengoreksi hasil tes tersebut.
         Butir-butir soal pada tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis, baik analisis dari segi derajat kesukaran, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitas.
Kelemahan:
1.      Menyusun butir-butir soal tes ini adalah tidak semudah seperti halnya menyusun tes uraian.
2.      Tes obyektif pada umunya kurang dapat mengukur proses berpikir yang tinggi atau mendalam.
3.      Dengan tes obyektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan jawaban.
4.      Cara memberika jawaban soal pada tes obyektif, di mana dipergunakan symbol-simbolhuruf yang sifatnya seragam.
e.       Petunjuk Operasional Penyusunan Tes Obyektif
         Pembuat soal tes harus membiasakan diri dan sering berlatih, sehingga akan dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes obyektif dengan lebih baik dan sempurna.
         setiap kali alat pengukuran hasil belajar berupa tes obyektif itu selesai dipergunakan, hendaknya dilakukan penganalisaan item, dengan tujuan mengidentifikasi butir-buir item.
         dalam rangka mencegah timbulnya spekulasi yang tidak sehat, perlu disiapkan terlebih dahulu suatu norma yang memperhitungkan factor tebakan.
         dalam merancang dan menyusun butir-butir item tes obyektif hendaknya tester menggunakan alat Bantu.
         dalam menyusun kalimat soal tes obyektif, bahasa atau istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan mudah.

D.    Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
1        Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis
2        Teknik Pelaksanaa Tes Lisan
3        Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan, digunakan untuk mengukur taraf kompetensif yang bersifat keterampilan (Psikomotorik)

 BAB 5
Teknik Pengujian Validitas dan Validitas Item Tes Hasil Belajar

A.    Teknik Pengujian Validitas Tes Hasil Belajar
1.      Pengujian Validitas Tes Secara Rasional
Tes hasil belajar yang telah dilakukan penganalisaan secara rasional ternyata memiliki daya ketepatan mengukur, disebut tes hasil belajar yang telah memiliki validitas logika (validitas rasional, validitas ideal, validitas dassollen). Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis. Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas rasioanal ataukah belum, dapat dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu”
a.      Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisaan, penelusuran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Validitas isi adalah validitas yang ditilik dari segi isi tes itu sndiri sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representative terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.
Jadi, pembicaraan tentang validitas isi lebih identik dengan pembicaraan tentang populasi dan sample. Dalam praktek, validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketehui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes hasil belajar, dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan untuk masing-masing mata pelajaran. Upaya lain yang dapat ditempuh dalam rangka mengetahui validitas isi dari tes hasil belajar adalah dengan jalan menyelenggarakan diskusi panel.
b.      Validitas Konstruksi (Construct Validity)
Secara etimologis, kata “konstruksi” mengandung arti susunan, kerangka atau rekaan. Dengan demikian, validitas konstruksi dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi susunan, kerangka atau rekaannya. Adapun secara terminologis, suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas konstruksi, apabila tes hasil belajar tersebut ditinjau dari segi susunan, kerangka atau rekaannya telah dapat dengan secara tepat mencerminkan suatu konstruksi dalam teori psikologis. Benjamin S. Bloom merincinya dalam tiga aspek kejiwaan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Validitas konstruksi dari suatu tes hasil belajar dapat dilakukan penganalisaannya dengan jalan melakukan pencocokan antara aspek-aspek berpikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut, dengan aspek-aspek berpikir yang dikehendaki untuk diungkap oleh tujuan instruksional. Dengan demikian, kegiatan menganalisis validitas konstruksi ini dilakukan secara rasional, dengan berpikir kritis atau menggunakan logika. Penganalisaan validitas konstruksi juga dapat dilakukan dengan jalan menyelenggarakan dikusi panel. Pengujian validitas ini pun dapat dilakukan baik sesudah maupun sebelum tes hasil belajar tersebut dilaksanakan.
2.      Pengujian Validitas Tes Secara Empirik
Validitas empiric adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empiric. Dengan kata lain, validitas empiric adalah validitas yang bersumber pada atau diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan. Untuk dapat menentukan apakah tes hasli beljar sudah memiliki validitas empiric atau belum, dapat dilakukan penelusuran daru dua segi, yaitu:
a.      Validitas Ramalan (Predictive Validity)
Validitas ramalan dari suatu tes adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang. Untuk mengetahui apakah suatu tes hasil belajar telah memiliki validitas ramalan ataukah belum, dapat ditempuh dengan cara mencari korelasi antara tes hasil belajar yang sedang diuji validitas ramalannya dengan kriterium yang ada.
Jika diantara kedua variable tersebut terdapat korelasi positif yang signifikan, maka tes hasil belajar yang sedang diuji validitas ramalannya itu, dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki daya ramal yang tepat, artinya: apa yang telah diramalkan, betul-betul telah terjadi secara nyata dalam praktek. Dalam rangka mencari korelasi antara tes hasli belajar yang sedang diuji validitas ramalannya dengan kriterium yang telah ditentukan itu, cara sederhana yang paling sering digunakan adalah dengan menerapkan Teknik Analisis Korelasional Product Moment dari Karl Pearson.  



b.      Validitas Bandingan (Concurrent Validity)
Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara tepat telah mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah, antara tes pertama dengan tes berikutnya. Validitas bandingan juga sering dikenal dengan istilah: validitas sama saat, validitas pengalaman dan validitas ada sekarang.
Dikatakan sama saat, sebab validitas tes itu ditentukan atas dasar data hasil tes yang pelaksanaannya dilakukan pada kurun waktu yang sama (= jangka pendek). Dikatakan pengalaman sebab validitas tes tersebut ditentukan atas dasar pengalaman yang telah diperoleh. Dikatakan ada sekarang, sebab setiap kali kita menyebut istilah pengalaman, maka istilah itu akan selalu kita kaitkan dengan hal-hal yang telah ada atau hal-hal yang telah terjadi pada waktu yang lalu, sehingga data mengenai pengalaman masa lalu itu pada saat sekarang ini sudah ada ditangan. Dalam rangka menguji validitas bandingan, data yang mencerminkan pengalaman yang diperoleh pada masa lalu itu, kita bandingkan dengan data hasil tes yang diperoleh sekarang ini.
B.     Teknik Pengujian Validitas Item Tes Hasil Belajar
©       Pengertian Validitas Item
Dimaksud dengan validitas item dari suatu tes adalah, ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut. Erat hubungan antara butir item dengan tes hasil belajar sebagai suatu totalitas itu kiranya dapat dipahami dar kenyataan, bahwa semakin banyak butir-butir item yang dapat dijawab dengan betul oleh testee, maka skor-skor total hasl tes tersebut akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin sedikit butir-butir item yang dapat dijawab dengan betul oleh testee, maka skor-skor total hasil tes itu akan semakin rendah atau semakin menurun.
Validitas tes itu akan sangat dipengaruhi oleh, atau sangat tergantung pada validitas yang dimiliki oleh masing-masing butir item yang membangun tes tersebut. Makna yang terkandung dalam pernyataan itu lebih lanjut adalah, bahwa validitas dari masing-masing butir item yang membangun tes itu, akan dapat diketahui dengan jalan melihat besar kecilnya dukungan yang diberikan oleh masing-masing butir item yang bersangkutan terhadap tes sebagai keseluruhan.

©       Teknik Pengujian Validitas Item Tes Hasil Belajar
Sebutir item dapat dikatakan telah memiliki validitas yang tinggi atau dapat dinyatakan valid, jika skor-skor pada butir item yang bersangkutan memiliki kesesuaian atau kesejajaran arah dengan skor totalnya, atau dengan bahasa statistic: Ada korelasi positif yang signifikan antara skor item dengan skor totalnya. Skor total di sini berkedudukan sebagai variable terikat (dependent vaiable), sedangkan skor item berkedudukan sebagai variable bebasnya (independent variable).
Menurut teori yang ada, apabila variable I berupa data diskret murni atau data dikotomik, sedangkan variable II berupa data kontinu, maka teknik korelasi yang tepat untuk digunakan dalam mencari korelasi antara variable I dengan vaiabel II itu adalah teknik korelasi point biserial, di mana angka indeks korelasi yang diberi lambang rpbi dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
            Di mana:
            rpbi     =  koefisien korelasi point biserial
            Mp    =  skor rata-rata hitung yang dimiliki oleh tester
            Mt     =  skor rata-rata dari skor total
            p       =  proporsi testee yang menjawab betul terhadap butir item yang sedang diuji
            q       =  proporsi testee yang menjawab salah terhadap butir item yang diuji

BAB 6
Teknik Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar

A.    Teknik Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
Dalam rangka menentukan apakah tes hasil belajar bentuk uraian yang disusun oleh seorang staf pengajar telah memiliki daya keajengan mengukur atau reliabilitas yang tinggi ataukah belum, pada umunya orang menggunakan sebuah rumus yang dikenal dengan nama Rumus Alpha. Rumus yang dimaksud adalah:
      Keterangan:
      r11        = koefisien reliabilitas tes
      n          = banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
      1          = bilangan konstan
      ∑ S12    = jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item
      St2        = varian total
Dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r11) pada umunya digunakan patokan sebagai berikut:
a.       Apabila r11 sama dengan atau lebih besar daripada 0,70 berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi (= reliable).
b.      Apabila r11 lebih kecil dari pada 0,70 berarti bahwa tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang tinggi (un-reliable).
Dalam rangka penentuan reliabilitas tes hasil belajar bentuk subyektif tersebut, langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
1.      Menjumlahkan skor-skor yang dicapai oleh masing-masing testee. Kemudian mencari skor total yang dicapai oleh masing-masing testee untuk setiap item tersebut.
2.      Mencari (menghitung) jumlah kuadrat item yang ada.
3.      Mencari atau menghitung varian dari skor item yang ada dengan menggunakan rumus:
                       dan seterusnya.
4.      Mencari jumlah varian skor otem secara keseluruhan, dengan menggunakan rumus:
5.      Mencari varian total (St2) dengan menggunakan rumus:
6.      Mencari koefisien reliabilitas tes, dengan menggunakan rumus alpha.

B.     Teknik Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif
1.      Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif dengan Menggunakan Pendekatan Single Test-Single Trial
Dengan menggunakan pendekatan ini maka tinggi rendahnya reliabiltas tes hasil belajar bentuk obyektif dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya koefisien reliabilitas tes yang dilambangkan dengan r11. Adapun untuk mencari atau menghitung r11 dapat digunakan lima formula, yaitu:
a.      Pendekatan Single Test-Single Trial dengan Menggunakan Formula Spearman-Browman
Dikenal dengan istilah “teknik belah dua”. Disebut “belah dua”, sebab dalam penentuan reliabilitas tes, penganalisaannya dilakukan dengan jalan membelah dua butir-butir soal tes menjadi dua bagian yang sama, sehingga masing-masing testee memiliki dua macam skor. Penerapan formula ini akan menghasilkan dua buah distribusi skor dan bahwa korelasi antara keduanya dipandang sebagai reliabilitas bagian dari butir-butir soal tes hasil belaja bentuk obyektif tersebut. Formulanya adalah:
di mana:
rtt         = koefisien reliabilitas tes secara total (tt = total test)
rhh        = koefisien korelasi product mpment antara separoh (hh= half-half)
1 & 2   = bilangan konstan
                  Untuk mengetahui besarnya rhh dapat digunakan rums berikut:
b.      Pendekatan Single Test-Single Trial dengan Menggunakan Formula Flanagan
Pada formula Flanagan reliabilitas tes yang tidak didasarkan pada ada tidaknya korelasi antara belahan I dan belahan II. Adapun formula yang diajukan flanagan yaitu:
 
di mana:
r11             = koefisien rliabiltas tes secara totalitas
2 & 1         = bilangan konstan
S12             = varian yang termasuk belahan I
S22             = varian yang termasuk belahan II
St2              = varian total dari hasil tes belahan I dan belahan II
c.       Pendekatan Single Test-Single Trial dengan Menggunakan Formula Rulon
Menurut Rulon petunujuk tentang tinggi rendahnya reliabilitas tes itu dapat diperoleh lewat perbedaan antara skor-skor yang berhasil dicapai oleh testee pada belahan I dan belahan II. Rumusnya yaitu:
 
di mana:
r11              = koefisien rliabiltas tes secara totalitas
1                = bilangan konstan
Sd2             = varian perbedaan antarskor yang dicapai testee.
St2              = varian total dari hasil tes belahan I dan belahan II
d.      Pendekatan Single Test-Single Trial dengan Menggunakan Formula Kuder Richardson
Penentuan reliabilitas tes didasarkan pada separoh belahan pertama dan belahan kedua. Cara yang lebih tepat adalah apabila dilakukakan secara langsung terhadap butir-butir item tes yang bersangkutan.adapun formula yang digunakan adalah:
 
di mana:
r11              = koefisien rliabiltas tes secara totalitas
n                = banyaknya butir item
1                = bilangan konstan
St2              = varian total dari hasil tes belahan I dan belahan II
Pi               = proporsi testee yang menjawab betul
Qi              = proporsi testee yang menjawab salah
Σ piqi         = jumlah
e.       Pendekatan Single Test – Single Trial dengan Menggunakan Formula C. Hoyt
Dalam menentukan reliabilitas tes hendaknya kita anggap bahwa data yang berupa skor-skor hasil tes itu kita anggap sebagai data hasil eksperimen, dimana faktor kedua atau klasifikasi I-nya adalah subyek, sedangkan faktor kedua atau klasifikasi II adalah item
Denganh menggunakan teknik analisis varian, maka koefisien reliabilitas tes dapat diperoleh:
                        Di mana:
                                    R11       = Koefisien reliabilitas tes
                                    1          = Bilangan konstan
                                    MKe     = Mean kuadrat interaksi antara testee dan item
                                    MK    = Mean kuadrat antarsubyek

2.      Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif dengan Menggunakan Pendekatan Test-Retest
Pada pendekatan ini maka pekerjaan analisis dalam rangka penentuan reliabilitas tes hasil belajar bentuk obyektif didasarkan pada konsistensi dari ”batang tubuh” tes hasil belajar yang bersagkutan, yang terbangun dari kumpulan butir-butir item. Rumus yang dpat digunakan dalam pendekatan ini adalah:
di mana:
ρ          = koefisien korelasi antara variabel I dan II
D         = difference
N         = banyaknya testee
6 dan 1            = bilangan konstan
3.      Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif dengan Menggunakan Pendekatan Alternate Form (Double Test – Double Trial)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua buah tes yang diberikan kepada sekelompok subyek tanpa adanya tenggang waktu, dengan ketentuan bahwa kedua tes tersebut harus sejenis.
Dalam pelaksanaan pengujian reliabilitas tes dengan menggunakan pendekatan ini, skor-skor yang diperoleh dari kedua seri test dicari korelasinya. Jika terdapat korelasi pisitif yang signifikan maka dikatakan bahwa prestasi belajar dapat dikatakan reliable. Teknik korelsi yang digunakan bisa dipilih antara teknik korelasi product moment dari Pearson atau teknik korelasi rank order dari Spearman.

BAB 7
Teknik Pemeriksaan, Pemberian Skor
Dan
 Pengolahan Tes Hasil Belajar

A.                Teknik Pemeriksaan Hasil Tes  Hasil Belajar
1.            Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test)  dan hasil belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu memiliki karakteristik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pemeriksaaan hasil-hasilnya pun berbeda pula.
Ø            Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
Langkah yang ditempuh oleh evaluator (tester) dalam rangka melakukan evaluasi hasil belajar dengan menggunakan alat berupa tes hasil belajar bentuk uraian adalah, bahwa begitu soal tes uraian selesai disusun hendaknya tester segera membuat kunci jawaban/pedoman jawaban/ancar-ancar jawabannya. Pegangan  atau patokan dalam pemeriksaan atau pengoreksian terhadap hasil-hasil tes uraian. Pemeriksaannya dengan jalan membandingkan antara jawaban yang diberikan oleh testee dengan pedoman atau ancar-ancar jawaban betul yang sebelumnya telah disusun.
Dalam pemeriksaan hasil – hasil tes uaraian ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) Pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak atau (2) pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyekif itu akan didasarkan pada standar relative.
Ø            Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban soal-soal tes obyektif pada umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban.
Ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes obyektif, yaitu:
a)      Kunci Berdampingan (Strip Key) yaitu, meletakkan kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa.
b)      Kunci Sistem Karbon (Carbon System Keys)
c)      Kunci Sistem Tusukan (Pinprick System Keys) yaitu, untuk jawaban betul diberi tusukan dengan jarum besar atau paku, sementara lembar jawaban (pekerjaan testee) berada di bawahnya.
d)     Kunci Berjendela (Window Keys)

2.            Teknik Pemeriksaan dalam Rangka Menilai Hasil Tes Lisan
Dalam hal ini, pemeriksaan terhadap jawaban – jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti; misalnya:
  • Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh testee. Apakah jawaban – jawaban yang diberikan oleh testee sudah memenuhi atau mencakup semua unsure yang seharusnya ada, sesuai dengan pedoman jawaban betul yang telah disusun oleh tester.
  • Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban – jawaban. Pertanyaan yang diajukan kepada testee itu cukup lancer sehingga mencerminkan tingkat kedalaman atau tingkat pemahaman testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan kepadanya.
  • Kebenaran jawaban yang dikemukakan. Tester harus benar-benar memperhatikan jawaban – jawaban testee tersebut, apakah jawaban testee itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau sebaliknya.
  • Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya. Apakah jawaban yang diberikan testee itu dengan penuh keyakinan akan kebenarannya ataukah tidak.
  • Berapa persen (%) kira-kira.

3.            Teknik Pemeriksaan dalam Rangka Menilai Hasil Tes Perbuatan
Pada tes perbuatan, “pemeriksaa” hasil-hasilnya dilakukan dengan menggunakan observasi (pengamatan). Sasaran yang diamati adalah tingkah laku, perbuatan, sikap dan sebagainya. Untuk dapat menilai hasil tes perbuatan itu diperlukan adanya instrument tertentu dan setiap gejala yang muncul diberi skor-skor tetentu pula.
B.                 Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil Belajar
1.            Pemberian Skor pada Tes Uraian
Pada tes uraian, pemberian skor umumnya mendasarkan diri kepada bobot (=weight) yang diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar tingkat kesukarannya, atau atas dasar banyak sedikitnya unsure yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik (paling betul)
2.            Pemberian Skor pada Tes Obyektif
Pada tes obyektif, untuk memberikan skor umumnya digunakan rumus correction for guessing atau dikenal dengan istilah system denda.
Rumus skor akhir dengan memperhitungkan denda adalah sebagai berikut:
Keterangan :
            S  =  Skor yang sedang dicari
R = Jumlah jaawaban betul, yaitu jawaban yang sesuai dengan kunci jawaban (R adalah singkatan dari Right=Betul)
W =  Jumlah jawaban yang salah, yaitu jawaban yang tidak sesuai dengan kunci jawaban (W adalah singkatan dari Wrong=Salah)
O = Option atau alternative (=kemungkinan jawaban), dimana pada tes obyektif bbentukvtrue false ini kemungkinan jawabnya hanya dua, yaitu B (Betul) atau S (salah)
1  =  Bilangan konstan

C.                 Teknik Pengolahan dan Pengubahan (Konversi) Skor Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai
  1. Perbedaan antara Skor dan Nilai
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (= memberikan angka) yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka – angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhatikan bobot jawaban betulnya.
Adapun yang dimaksud dengan nilai adalah: angka atau huruf, yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor  lainnya, serta disesuaikan  pengaturannya dengan standar tertentu. Oleh karena itu nilai sering disebut skor standar (Standard Score).
Nilai pada dasarnya adalah angka  atau huruf yang melambangkan: seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap materi atau bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan instruksional  khusus yang telah ditentukan
Dari uraian diatas jelas untuk sampai kepada nilai, mka skor-skor hasil tes yang pada hakikatnya masih merupakan skor-skor mentah itu perlu diolah lebih dahulu sehingga dapat diubah (dikonversikan) menjadi skor yang sifatnya baku atau standar (=Standard Score)
  1. Pengolahan dan pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar (Standard Score)
Ada dua hal yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi skor standar atau nilai, yaitu:
Ø            Bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu ada dua cara  yang dapat ditempuh, yaitu:
a)            Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium atau criterion (patokan). Atau sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation, yang di tanah air kita dikenal dengan penilaian ber-Acuan Patokan (disingkat PAP)
b)            Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok. Atau sering dikenal dengan istilah norm referenced evaluation, yang dalam dunia dikenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan Norma (PAN) atau Penilaian ber-Acuan Kelompok(PAK).
Ø            Bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dapat menggunakan berbagai macam skala, seperti: Skala lima (stanfive), yaitu nilai standar berskala lima atau nilai huruf A, B, C, D dan E., Skala sembilan (Stanine) yaitu nilai standar berskala sembilan dimana rentang nilainya dimulai dari 1 sampai 9., Skala sebelas (Stanel = standard eleven=eleven point scale, yaitu rentang nilai mulai dari 0 sampai 10), z score (nilai standar z ), dan T score (nilai standar T)
a.             Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar dengan Mendasarkan Diri atau Mengacu pada Kriterium (Criterion Referenced Evaluation)
Yang harus dipahami dalam penilaian beracuan kriterium ini mendasarkan diri pada asumsi, bahwa:
·               Mempunyai struktur hierarkis tertentu  dan masing-masing taraf harus dikuasai secara baik sebelum testee tadi maju atau sampai pada taraf selanjutnya.
·               Evaluator atau tester (dalam hal ini guru,dosen dan lain-lain) dapat mengidentifikasi  masing-masing taraf  itu sampai tuntas, atau setidak-tidaknya mendekati tuntas sehingga dapat disusun alat pengukurnya.
b.            Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar dengan Mendasarkan Diri atau Mengacu pada Norma atau Kelompok  (Norm Referefced Evaluation)
Penilaian beracuan pada kelompok
·               Bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen.
·               Bahwa tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi relative (relative standing) dari para peserta tes dalam hal yang sedang dievaluasi itu, yaitu apakah seorang peserta tes posisi relative berada di “atas”, di “tengah” ataukah di “bawah”.
Dalam penentuan nilai hasil tes, skor mentah hasil tes yang dicapai oleh seorang peserta tes diperbandingkan dengan skor mentah hasil tes yang dicapai oleh peserta tes yang lain, sehingga kualitas yang dimiliki seorang peserta tes akan sangat tergantung kepada atau ditentukan oleh kualitas kelompoknya.
Jika dalam penentuan nilai standar digunakan standard an relative, maka prestasi kelompok itu dicari atau dihitung dengan menggunakan metodestatistik, dimana prestasi kelompok atau nilai rata-rata kelas itu adalah identik dengan rata-rata hitung (arithmetic mean), yang dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu rumus:
1)       atau
2)       atau
3)      
Dalam statistic, homogenitas atau tingkat heterogenitas data dapat ditunjukkan oleh salah satu ukuran variabilitas data yang dipandang memiliki kadar ketelitian yang tinggi, yaitu deviasi standar (standard deviation), yang dapat diperoleh dengan rumus berikut ini:
1)       atau
2)       atau
3)       atau
4)         

BAB 8
Teknik Penganalisisan Item Tes Hasil Belajar

A.                Pengantar
Apabila dalam tes hasil belajar dimana hamper seluruh peserta tes “jatuh” – dalam arti: nilai – nilai hasil belajarnya sangat rendah, sehingga distrebusi frekuensi nilai-nilai hasil belajar itu membentuk kurva a-simetik miring ke kiri – maka tester(guru,dosen dan lain-lain) segera “menimpakan kesalahan” itu kepada testee (murid,siswa,mahasiswa dan lain-lain) ddengan menyatakan bahwa testee memang terdiri adari “anak-anak yang bodoh”.

0
Keterangan : Kurva a-simetrik miring kekiri, di mana sebagian besar testee “jatuh” (nilai – nilai testee yang berhasil mereka capai sabgat rendah)

Dalam menghadapi kenyataan seperti telah dilukiskan diatas ialah, bahwa dalam menghadapi kenyataan seperti itu tester hendaknya tanggap bahwa distribusi frekuensi nilai – nilai hasil tes yang membentuk kurva a-simetrik itu terjadi karena “ada sesuatu yang kurang beres”, sehingga perlu dilakukan antisipasi.


 











Keterangan: kurva a-simetrik miring ke kanan, dimana hamper seluruh testee berhasil meraih nilai-nilai hasil tes yang sangat tinggi.

Salah satu cara mengantisipasi  keadaan yang tidak normal adalah dengan jalan melakukan penganalisian terhadap tes hasil belajar yang telah dijadikan alat pengukur dalam rangka mengukur keberhasilan belajar dari para peserta tes.

B.                 Teknik Penganalisisan Item Tes Hasil Belajar
1.            Teknik Analisis Derajat Kesukaran Item
Butir- butir item tes hasil belajardimana seluruh testee tidak menjawab dengan betul - (karena terlalu sukar) – tidak   tidak dapat disebut sebagai item yang baik. Sebaliknya jika butir – butir item tes hasil belajar dimana seluruh testee menjawab dengan betul – (karena terlalu mudah) – juga tidak dapat dimasukkan dalam kategori item yang baik.
Menurut Witherington , angka indek kesukaran item itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Angka indek kesukaran sebesar 0,00 (P=0,00) merupakan petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam kategori item yang terlalu sukar. Sebaliknya, apabila angka indek kesukaran item itu adalah (P=1,00) bahwa butir item yang bersangkutan adalah termasukdalam kategori item yang terlalu mudah, sebab disini seluruh testee dapat menjawab dengan betul seluruh item yang bersangkutan (yang dapat menjawab dengan butir = 100% = 100 : 100 = 1,00).
Angka indek kesukaran item dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Dubois, yaitu :
 
Keterangan:
P  =  Proportion = proporsi = proporsa = difficulty index = angka indek    kesukaran item
N =  Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan
N   =  Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar.
Rumus lainnya adalah:
Dimana:
P  =  Proportion = proporsi = proporsa = difficulty index = angka indek    kesukaran item
B  =  Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan
JS   =  Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar.
   Cara memberikan penafsiran (interpretasi) terhadap angka indek kesukaran item, Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen dalam bukunya berjudul Measurement and Evaluation in Psychology and Education mengemukakan sebagai berikut:
Besarnya P                                                      Interpretasi
               Kurang dari 0,30                                             Terlalu sukar
               0,30 – 0,70                                                      Cukup (sedang)
               Lebih dari 0,70                                                Terlalu mudah


Sedangkan menurut Witherington dalam bukunya berjudul Psycological Education adalah :
Besarnya P                                                      Interpretasi
               Kurang dari 0,25                                             Terlalu sukar
               0,30 – 0,75                                                      Cukup (sedang)
               Lebih dari 0,75                                                Terlalu mudah




2.            Teknik Analisis Daya Pembeda Item
Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item hasil belajar untuk dapat membedakan (=mendiskriminasi) antara testee yang berkemampuan tinggi (pandai), dengan testee yang berkemampuannya rendah (=bodoh) demikian rupa sehingga rupa sehingga sebagaian besar testee yang memiliki kemampuan tinggi untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul, sementara testee yang kemampuannyarendah untuk menjawab butir item tersebut sebagian besar tidak dapat menjawab item dengan betul.
Mengetahui daua pembeda item itu sangat penting sekali,karena adanya anggapan bahwa kemampuan testee yang satu dengantestee yang lain itu berbeda – beda, dan bahwa butir – butir item tes yang mencerminkan adanya perbedaan – perbedaan kemampuan yang terdapat dikalangan testee tersebut.
Daya pembeda item itu dapatdiketahuti melalui atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi adalah sebuah angka atau bilangan yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda (discriminatory power) yang dimiliki oleh sebuah item. Discriminatory power dihitung atas dasar pembagian testee ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas (the higher group) – yakni kelompok bawah (the lower group) – yaitu kelompok testee yang tergolong bodoh.


Besarnya angka                       Klasifikasi                   Interpretasi
Indeks Disriminasi
Item (D)                                 
Kurang dari 0,20                     Poor                 Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali (jelek), dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik

0,20 – 0,40                        Satisfactory           Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali (jelek), dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik
0,40 – 0,70                        Good                     Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik
0,70 – 1,00                        Excellent               Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali
Bertanda negatif              -                             Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda  negatif (jelek sekali)          


Untuk mengetahui besar kecilnya angka indek diskriminasi item dapat dipergunakan dua macam rumus berikut ini:
Rumus pertama:
D = PA – PB                          atau                D = PH - PL
Dimana:
D                           = Discriminatory power(angka indek diskrimiansi item)
Patau P= proporsitestee kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan. (Padalah singkatan dari Proportion of the Higher Group).
PA atau PH ini dapat diperoleh dengan rumus:
                                    P=
   PB atau PL ini dapat diperoleh dengan rumus
                                    P=
Rumus kedua
         
Dimana :
 = Angka indeks Korelasi Phi, yang dalam hal ini dianggap sebagai angka indeks diskriminasi item
PH = Proportion of the higher group
PL = Proportion of the lower group
2  = Bilangan konstan
p  = Proporsi seluruh testee yang jawabannya betul
q  = Proporsi seluruh testee yang jawabannya salah, dimana q = ( 1 – p )

3.            Teknik Analisis FungsivDistraktor
Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item itu adalah, agar dari semakin banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik  atau terangsang untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwadistraktor yang mereka pilih itu merupakan jawaban betul.
Menganalisa fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu: menganalisis pola penyebaran jawaban item. Adapun yang dimaksud dengan pola penyebaran jawaban item ialah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan – kemungkinan jawab yang telah dipasangkan pada setiap butir item.


BAB 9
Tes Intelegensi dan Bakat Khusus

Ada beberapa beberapa definisi dari intelegensi
©             Suatu kapasitas yang bersifat umum dari seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru atau problem yang dihadapi (W. Stern)
©             Kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas yang ditandai dengan kesulitan, kekomplekkan, keabstrakkan, ekonomis, penyesuaian  kearah tujuan mempunyai nilai sosial, dan orisinil (G. Studard)
©             Kesanggupan untuk mengadakan respon yang baik sesuai dengan fakta yang dihadapi (Thorndike)
©             Kecakapan untuk berpikir abstrak (Terman)

Teori – teori Intelegensi
1              Teori Dwi faktor Spearman
Ada dua faktor :
          Umum (G)
          Spesial (S)
2              Teori Burt
Ada tiga faktor :
          Umum (G), mendasari semua tingkah laku;
          Spesial (S), mendasari suatu tingkah laku
          Faktor kelompok (c) berfungsi pada sejumlah tingkah laku
3              Teori Thurnstone
Tidak ada faktor umum (G). Hanya ada 2 faktor, yaitu Spesial (S) dan faktor kelompok (c)
      Faktor C ada 7 jenis yaitu:
          Faktor ingatan (M)
          Faktor bahasa/verbal (V)
          Faktor numerik (N)
          Faktor kelancaran berkata – kata (W)
          Faktor penalaran (R)
          Faktor pengamatan (P)
          Faktor ruang / spatial (S)

4              Teori Guilford
Faktor kelompok (c) sangat penting untuk dikembangkan oleh individu

Metode Pengukuran
1              Tes Binet – Simon yaitu lebih bersifat ke kelompok (c)
2              Tes Wechsler
3              Tes Army alpa dan Army beta
4              Tes Labirin
5              Tes menggambar orang
6              Tes progressive matrices
Diantara keenam tes tersebut yang paling terkenal adalah Binet – Simon.

Tes Binet – Simon
Aspek yang diukur dalam tes ini :
  • Penguasaan informasi
  • Koordinasi gerak
  • Perbendaharaan kata
  • Kemampuan menghitung
  • Mencari prasarana dan perbedaan
  • Klasifikasi
  • Pemahaman
  • Melengkapi / menyelesaikan gambar
  • Kemustahilan
  • Analogi
-          Ingatan
-          Menyusun kalimat

Kemampuan Intelektual
1)        Kelompok Superior, jika umur psikis yang dicapai lebih tinggi 2 tahun atau lebih dari umur kronologisnya
2)        Kelompok Normal, jika umur psikis yang dicapai sama atau lebih 1 tahun dibandingkan umur kronologisnya.
3)        Kelompok Inferior, jika umur psikis yang dicapai lebih rendah 2 tahun atau lebih dibandingkan umur kronologisnya

Rumus Binet – Simon
Keterangan:
                   MA = mental age
                   CA  = Chronological age
                   IQ   = Intelegensi Quation

Mengkalisifikasikan IQ
            Jika nilai yang diperoleh anak:
 140                                Genius
130 – 139                          sangat superior
120 – 129                          superior
110 – 119                          di atas normal
90 – 109                            normal
80 – 89                              di bawah normal
 70                                  lemah jiwa

Bakat Khusus = Aptitude
Ø      Suatu kondisi / disposisi tertentu yang menggejala pada kecakapan seseorang  untuk memperoleh dengan melalui latihan satu atau beberapa pengetahuan, keahlian, atau suatu respon seperti kecakapan untuk berbahasa seperti musik dan lain – lain. (Warren)
Ø      Suatu kualitas yang nampak pada tingkah laku manusia pada suatu lapangan keahlian tertentu seperti musik, seni, matematika, keahlian mesin dan lain – lain. (Crow and Crow)
Metode Evaluasi (Tes Bakat)
            Ada dua jenis
©       Differensial Aptitude Test (DAT)
Tujuan:
      Mengukur keakapan yang terpisah dan tidak berkorelasi satu sama lain. Digunakan di SMA, gunanya untuk membimbingsiswa dalam penentuan pekerjaan atau studi lanjut diperguruan tinggi.
Ada 8 Sub Test dalam DAT
1        Pemikiran verbal/analogi ganda
2        Kecakapan tentang bilangan
3        Pemikiran abstrak/problem gambar
4        Penguasaan mekanis
5        Hubungan ruang
6        Kecepatan dan ketelitian dalam menulis
7        Ejaan
8        Kalimat, mencari kesalahan dalam kalimat
©       General Aptitude Bateray  (GATB)
Dibuat tahun 1940 oleh biro penempatan kerja (Bureau of employment Scurity) departemen perburuhan (AS) Tes ini disiapkan untuk mengukur bakat yang berbeda – beda.
      Faktor – faktor  yang diukur
         Bakat verbal, pasangan kata – kata punya arti berlawanan/persamaan
         Penguasaan bilangan, hitungan dasar (tambah, kurang, kali, bagi)
         Bakat pemahaman ruang
         Pengamatan bentuk
         Pengenalan tulisan
         Koordinasi gerak

©       Primary Mental Abilities Test
Disusun oleh Thurstone sebagai hasil dai penelitiannya tentang analisis faktor. Test ini mengukur 6 jenis bakat, yaitu:
a.       Bakat Verbal (B)
b.      Bakat Numerikal (N)
c.       Bakat Spatial (S)
d.      Bakat Memory (M)
e.       Bakat Reasoning (R)
f.       Bakat Word fluency (W)

Analisis  Test Bakat
Jenis analisis yang akan dipakai tergantung pada tujuan test yang kita laksanakan. Dibawah ini akan dibicarakan beerapa jenis analisis yang didasarkan atas tujuan – tujuan tertentu yang hendak ddicapai dalam test bakat.
1.            Membuat profil
Berdasarkan profil yang ada dapat dilihat status atau kedudukan anak untuk tiap – tiap jenis test bakat tertentu, sehingga dapat diketahui bakat – bakat mana yang menonjal pada anak tersebut dan bakat – bakat mana yang lemah. Dengan demikian dapat diberikan pengarahan atau bimbingan tentang jenis study mana yang sebaiknya diikuti oleh anak tersebut, atau jenis jabatan apa yang sebaiknya dipangku oleh anak tersebut.
2.            Membandingkan skor mentah yang dicapai dengan standar yang ditetapkan
Apabila test bakat dilaksanaakan bertujuan untuk mengadakan seleksi terhadap para pelamar, maka skor mentaah yang dicapai oleh calon di atas standar yang ditetapkan berarti calon tersebut dapat diterima. Sebaliknya apabila skor mentah yang dicapai calon di bawah standar yang ditetapkan maka calon tersebut ditolak.
Cara ini mempunyai kelemahan sering timbul problem untuk berpegang padaa norma yang telah ditetaapkan. Oleh karena adaa kelemaahan itu, maka cara ini sudah tidak begitu banyak dipergunakan lagi. Cara yang lebih umum dipergunakan penyusunan skala ordinal.
3.            Penyusunan skala ordinat
Penyusunan skala ordinal adalah menyususn urut – urutan skor mentah yang dicapai oleh anak atau calon dalam suatu tes, dari skor yang tertinggi sampai skor yang terendah. Skor tertinggi diberi skala 1, skor yang rendah diberi skala 2, dan selaanjutnya sampai skala yang terendah. Apabila dalam urut – urutan tersebut ada skor yang sama, maka urut – urutan skalanya dirata-ratakan.




RINGKASAN BUKU STATISTIK
RARA SANTI YONATHA

BAB 2
PROSES PENELITIAN, MASALAH, VARIABEL DAN PARADIGMA PENELITIAN

A.    Proses Penelitian Kuantitatif

Proses penelitian Kuantitatif
  










 Gambar 2.1. Komponen dan Proses Penelitian Kuantitatif
         Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut. Setiap penelitian selalu berangkat dari masalah, namun masalah yang dibawa peneliti kuantitatif dan kulitatif berebeda. Dalam penelitian kuantitatif, masalah yang dibawa oleh peneliti harus sudah jelas, sedangkan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan. Meneliti adalah mencari data yang teliti/akurat. Untuk itu peneliti perlu menggunakan instrumen penelitian. Dalam ilmu-ilmu alam, teknik, dan ilmu-ilmu empirik lainnya, instrumen penelitian seperti termometer untuk mengukur suhu, timbangan untuk mengukur berat semuanya sudah ada, sehingga tidak perlu membuat instrumen.
         Setelah instrumen teruji validitas dan reliabilitasnya, maka digunakan untuk mengukur variabel yang telah ditetapkan untuk diteliti. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis. Yang diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis. Statistik yang digunakan dapat berupa deskriptif dan inferensial/induktif.
         Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan. Penyajian dapat menggunakan tabel, frekuensi, grafik, dan lain – lain. Pembahasan hasil penelitian merupakan penjelasan mendalam dan interpretasi terhadap  data – data yang disajikan.

B.     Masalah
Menurut Emory (1985), bahwa penelitian murni maupun terapan, semuanya berangkat dari masalah, hanya untuk penelitian terapan, hasilnya berlangsung dapat digunakan untuk membuat keputusan.
Sumber Masalah
Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan. Stonner (1982) mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan dan kompetisi.
a.       Terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan
b.      Terdapat penyimpangan antara apa yang telah direncanakan dengan kenyataan
c.       Ada pengaduan
d.      Ada kompetisi

C.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah berbeda dengan masalah. Rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data.
Bentuk-Bentuk Rumusan Masalah Penelitian
a.      Rumusan Masalah Deskriptif
Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak membuat hubungan variabel itu dengan variabel lain. Contoh rumusan masalah deskriptif adalah:
1.      Seberapa baik kinerja Departemen Pendidikan Nasional?
2.      Bagaimana sikap masyarakat terhadap perguruan tinggi negara Berbadan Hukum?
3.      Seberapa tinggi efektivitas kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia?
b.      Rumusan Masalah Komparatif
Rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang  berbeda. Contohnya antara lain:
1.      Adakah perbedaan disiplin kerja guru antara sekolah di Kota dan di Desa?
2.      Adakah perbedaan produktivitas karya ilmiah antara Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (satu variabel dua sampel)
c.       Rumusan Masalah Asosiatif
Rumusan masalah asosiatif adalah rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Terdapat tiga bentuk hubungan, yaitu:
1.      Hubungan Simetris adalah suatu hubungan antara dua variabel atau lebih yang kebetulan munculnya bersama. Jadi bukan hubungan kausal maupun interaktif.
2.      Hubungan Kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi disini ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan dependen (dipengaruhi).
3.      Hubungan Interakrif atau Timbal Balik adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Disini tidak diketahui mana variabel independen dan dependen.

D.    Variabel Penelitian
1.      Pengertian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel juga dapat merupakan atribut dari bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
2.      Macam-Macam Variabel
a.      Variabel Independen (Variabel Bebas)
Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat.
b.      Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
c.       Variabel Moderator
Merupakan variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
d.      Variabel Intervening
Merupakan variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara veriabel bebas dan terikat menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur.
e.       Variabel Kontrol
Merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
E.     Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel  yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan.
1.      Paradigma Sederhana
2.      Paradigma Sederhana Berurutan
3.      Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Independen
4.      Paradigma Ganda dengan Tiga Variabel Independen
5.      Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Dependen
6.      Paradigma ganda dengan Dua Variabel Independen dan Dua Dependen
7.      Paradigma Jalur
F.     Menemukan Masalah
Untuk menemukan masalah dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis masalah, yaitu: dengan bantuan menyusun ke dalam pohon masalah. Dengan analisis masalah, maka permasalahan dapat diketahui mana masalah yang penting, yang kurang penting dan yang tidak penting. Melalui analisis masalah ini juga dapat diketahui akar-akar permasalahannya.

BAB 3
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.          Pengertian Teori
Langkah kedua dalam penelitian (kuantitatif) adalah mencari teori – teori, konsep – konsepdan generalisasi – generalisasi hasil penenlitian yang dapat dijadikan sebagai landasan  teoritis untuk pelaksanaan penelitian (Sumadi Suryabrata, 1990). Landasan teori perlu agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba – coba (trial and error). Adanya landasan teoritis ini merupakan cirri bahwa penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.
Setiap penelitian selalu menggunakan teori, seperti dinyatakan oleh Neumen (2003) “Researchers use theory differently in various types of research, but some type of theory in present in most social research” Kerlinger (1978)mengemukakan bahwa Theory is a set  of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variable, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Mark 1963 dalam (Sitirahayu Haditono, 1999), membedakan ada tiga macam teori. Tiga teori yang berhubungan dengan data empiris. Dapat dibedakan antara lain:
1.            Teori deduktif; memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraanatau pikiran spekulatif tertentu kea rah data akan diterangkan.
2.            Teori Induktif; cara menerangkan dari data kea rah teori. Dalam benruk ekstrim titik pandang yang positivistic ini dijumpai pada kaum behaviorist.
3.            Teori Fungsional; suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau system pengertian ini diperoleh melalui, jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat di uji kebenarannya, bila tidak, dia bukan suatu teori.
Teori adalah alur logika  atau penalaran, yang merupakan seperangkap konsep, definisi, dan proposi yang disusun secara sistematis. Yang secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation)meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala. Misalnya mengapa kalau besi kena panas memuai, dapat dijawab dengan teori berfungsi menjelaskan. Kalau besi dipanaskan sampai 75o­­C berapa pemuaiannya, dijawab dengan teori yang berfungsi meramalkan. Selanjutnya berapa jarak sambungan rel kereta api yang paling sesuai dengan kondisi iklim Indonesia sehingga kereta api jalannya tidak terganggu karena sambungan, dijawab dengan teori yang berfungsi mengendalikan. Setiap teori akan mengalami perkembangan, dan perkembangan itu terjadi apabila teori sudah ridak relevan dan kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah. Berikut diberikan contoh perkembangan teori manajemen seperti ditunjukkan pada tabel 3.1 dan 3.2

B.           Tingkatan dan Fokus Teori
Numan (2003) mengemukakan tingkatan teori (level of theory) menjadi tiga yaitu, micro, meso, dan macroMicro level theory: small slices of time, space, or a number of people. The concept are usually not very abstract. Meso-level theory: attempts to link macro and micro levels or to operate at an intermediate level.  Contoh teori organisasi dan gerakan social, atau komunikasi tertentu. Macro level theory: concersn the operation of larger aggregates such as social institusions, entire culture system, and whole societies. It uses more concepts that are abstract.
Fokus teori dibedakan menjadi tiga yaitu teori subtantif, teori formal, dan middle range theory. Subtantive theory is developed for a specific area of social concern, such as delinquent gangs, strikes, diforce, or ras relation. Formal theory is developed for a broad conceptual area in general theory, such as deviance; socialization, or power. Middle range theory are slightly more abstract than empirical generalization or specific hypotheses. Middle range theories can be formal or substantive. Middle range theory is principally used in sociology to guide empirical inquiry.
Teori yang digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji melalui pengumpulan data adalah teori subtantif, karena teori ini lebih focus berlaku untuk obyek yang akan diteliti.

C.          Kegunaan Teori Dalam Penelitian
Cooper and Schindler (2003), menyatakan bahwa kegunaan teori dalam penelitian adalah:
1.            Theory narrows the range of fact we need to study
2.            Theory suggest which research approaches are likely to yield the greatest meaning.
3.            Theory suggest a system for the research to impose on data in order to classify yhem in the most meaningful way.
4.            Theory summarizes what is known abiut object of study  and states the uniformities that  lie beyond immediate observation
5.            Theory can be used to predict further fact that should  be found.
Gawin dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyatakan bahwa fungsi teori sebagaibberikut. . . the theory help the researcher to analyze data to make shorthand summarization or synopsis of data and realations, and to suggest new things to try out. Selanjutnya dinyatakan bahwa, cirri – cirri teori yang baik menurut Moult adalah:
1.            A theoretical system must permit deduction which be tested empirically.
2.            A theory must be compatible both with observation and with previously validated theory.
3.            Theories must be stated in simple terms, that theory is best which explains the most in the simplest form
4.            Scientific theories must be based on empirical facts and relationship.
Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teoridi sini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrument penelitian. Oleh karena itu landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus jelas teori apa yang akan dicapai.
Pohon teori – teori sangat luas dan dapat disusun ke dalam pohon teori pendidikan seperti ditunjukkan pada gambar 3.1, terlihat bahwa teori – teori pendidikan dapat tersusun dalam bentuk pohon ilmu pendidikan. Akar dari ilmu pendidikan dikembangkan dari ilmu – ilmu tingkah laku, biologi, fisiologi, psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi. Selain itu juga dikembangkan dari pengalaman empiris praktik pendidikan sekolah dan luar sekolah.
Teori – teori pendidikan dapat dibagi menjadi teori umum pendidikan dan teori khusus pendidikan. Teorii umum pendidikan dapat dibagi menjadi filsafat – filsafat – filsafat pendidikan dan Ausland pedagogic (studi pendidikan luar negeri). Filsafat – filsafat pendidikan dapat dibagi menjadifilsafat ilmu pendidikan dan filsafat praktek pendidikan. Filsafat praktek pendidikan dapat dibagi menjadi; filsafat social pendidikan, filsafat proses pendidikan. Filsafat proses pendidikan dapat dibagi menjadi filsafat pendidikan klasik dan filsafat pendidikan modern.
Gambar 3.1 Pohon Teori Pendidikan
Filsafat pendidikan klasik dapat dibagi menajdi; filsafat pendidikan idealisme Klasik Plato (1), filsafat Pendidikan Aristoteles (2), Filsafat pendidikan Scholatisisme (3), Filsafat Pendidikan modern dapat dibagi menjadi: Filsafat Pendidikan Modern Awal (naturalistic Romantik, empirisme, rasionalisme(4), dan Filsafat Pendidikan Pasca Modern (pragunatisme, Neo-positivisme, Neorealisme, Neo Tomisme, Eksistensialisme (5), Auslandpedagogik (studi pendidikan luar negeri) dapat dibagi menjadi Auslandpedagogik Asia dan Afrika (6), Auslandpedagogik Amerika dan Australia (7), Auslandpedagogik Eropa Barat dan Timur (8).
Teori – teori khusus pendidikan dapat dibagi menjadi teknologi pendidikan dan ilmu pendidikan. Teknologi pendidikan dapat dibagi menjadi: manajemen pendidikan, pemngembangan kurikulum, model – model belajar mengajar dan evaluasi pendidikan. Manajemen pendidikan dapat dibagi menjadi: perencanaan pendidikan (9), pengorganisasian pendidikan (10), kempemimpinan pendidikan (11), dan pengawasan pendidikan (12), Model – model belajar mengajar dapat dibagi menjadi: model interaksi social (13), pemrpsesan informasi (14), mengajar pengembangan pribadi (15), mengajar perubahan tingkah laku (16).
Ilmu pendidikan dapat dibagi menjadi ilmu pendidika makro dan mikro. Ilmu pendidikan administrasi, ilmu pendidikan komparatif, ilmu pendidikan histories, dan ilmu pendidikan kependudukan.
Ilmu pendidikan mikro dapat dibagi menjadi ilmu mendidik khusus, ilmu mendidik umum. Ilmu pendidik  khusus dibagi menjadiilmu persekolahan, ilmu pendidikan luar sekolah, ilmu pendidikan luar biasa. Ilmu perskolahan dapat dibagi menjadi: ilmu administrasi sekolah(17), ilmu administrasi kelas(18), Ilmu administrasi kegiatan pendidikan(19), Ilmu pendidikan luar sekolah dapat dibagi menjadi: Pedagogik keluarga(20), Pedadodik TK(21), dan ilmu pendidikan masyarakat/andragogi (22), Ilmu pendidikan luar biasa (Orthopedagogik) dapat dibagi menjadi  orthopedagogik fisik(23), dan orthipedagogik mental (24), Ilmu pendidikan umum dapat dibagi menjadi: pedagogic teoritis (25), ilmu pendidikan psikologis(26), ilmu pendidikan sosiologi(27), dan ilmu pendidikan antropologi/etnografis (28), dan ilmu pendidikan ekonomik (29).
Redja Mudyaharjo, (2002)  menurutnya sebuah teori pendidikan adalah sebuah system konsep yang terpadu, menerangkan dan predikitf tentang peristiwa – peristiwa pendidikan. Sebuah teori ada yang berperan sebagai titik tolak pemikiran pendidikan, dan ada pula yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna. Asumsi pokok pendidikan adalah:
1.            Pendidikan adalah actual, artinya pendidikan bermula dan kondisi – kondisi actual dari individu yang belajar dan lingkungan belajarnya.
2.            Pendidikan adalah normative, yaitu pendidikan tertuju pada mencapai hal – hal yang baik atau norma – norma yang baik.
3.            Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan yang bermula dari kondisi – kondisi actual dari individu yang belajar, tertuju oada pencapaian individu yang diharapkan.
Kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka fungsi teori yang pertama digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup, atau konstruk variable yang akan diteliti. Fungsi teori yang kedua (prediksi dan pemandu untuk menemukan fakta) adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrument penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif. Dan fungsi teori yang ketiga (control) digunakan mencandra dan membahas hasil penelitian, sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah.

D.          Deskripsi Teori
Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (dan bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil – hasil penelitian yang relevan dengan variable yang diteliti. Berapa jumlah kelompok teori yang diperlu dikemukakan/dideskripsikan, tergantung pada luasnya permasalahan dan secara tekhnis tergantung pada  jumlah variable yang diteliti.
Langkah – langkah untuk dapat melakukan pendiskripsian  teori adalah sebagai berikut:
1.            Tetapan nama variabel yang diteliti, dan jumlah variabelnya.
2.            Cari sumber – sumber bacaan (buku, kamus, esiklopedia, journal ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertai) yang sebanyak – banyaknya dan yang relevan dengan setiap variabel yang diteliti.
3.            Lihat daftar isi setiap buku, dan piih topic yang relevan dengan setiap variabel yang akan diteliti.
4.            Cara definisi setiap variabel yang akan diteliti pada setiap sumber bacaan, bandingkan antara saru sumber dengan sumber yang lain, dan pilih definisi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
5.            Baca seluruh isi topic buku yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti, lakukan analisa, renungkan, dan buatlah rumusan dengan bahasa sendiri tentang isi setiap sumber data yang dibaca.
6.            Deskripsikan teori – teori yang telah dibaca dari berbagai sumber ke dalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri. Sumber – sumber bacaan yang dikutip atau yang digunakan sebagai landasan untuk mendeskripsikan teori harus diicantumkan.

E.           Kerangka Berfikir
Uma sekaran dalam bukuya Business Research (1992) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai factor yang telah didentifikasikan sebagai masalah yang penting.
Kerangka berfikir dalam suatu  penelitian perlu dikemukankan apabila dalam penelitian tersebut  berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hnya membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing – masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti (Sapto Haryoko, 1999).
Penelitian yang berkenaan dengan dua variabel atau lebih biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun hubungan. Oleh karena itu dalam rangka menyusun hipotesis penelitian yang  berbentuk hubungan maupun komparasi, maka perlu dikemukan kerangka berfikir. Langkah – langkah dalam penyusunan kerangka pemikiran yang selanjutnya membuahkan hipotesus ditunjukkan pada gambar 3.2.
Kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala – gejala yang menjadi objek permasalahan. ((Suriasumantri, 1986). Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa menyakinkan sesame ilmuwan, adalah alur – alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar vriabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori – teori yang telah dideskripsika, selanjutnya dianalisa secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesis tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya untuk merumuskan hipitesis.
Berdasarkan gambar 3.1 dapat diberi penjelasan sebagai berikut:
1.            Menetapkan variabel yang diteliti
Untuk menentukan kelompok teori yang akan dikemukakan dalam menyusun kerangka berfikir untuk pengajuan hipotesis, maka harus ditetapkan dahulu variabel penelitiannya. Berapa jumlah variabel yang diteliti, dan apakah nama setiap variabel, merupakan titik tolak untuk menentukan teori yang akan dikemukakan.
2.            Membaca Buku dan Hasil Penelitian (HP)
Setelalah variabel maka langkah berikutnya membaca buku – buku dan hasil penelitian yang relevan. Buku – buku yang dibaca dapat buku teks, esiklopedia, dan kamus.
3.            Deskripsi Teori dan Hasil Penelitian (HP)
Uraian rinci tentang ruang lingkup setiap variabel, dan kedudukan antara variabel satu dengan yang lain dalam konteks penelitian itu.
4.            Analisis Kritis terhadap Teori dan Hasil Penelitian
Dalam analisis ini peneliti akan mengkaji apakah teori – teori dan hasil penelitian yang telah ditetapkan itu betul – betul sesuai dengan obyek penelitian atau tidak, karena sering terjadi teori – teori yang berasal dari luar atau tidak sesuai untuk penelitian da dalam negeri.
5.            Analisis Komparatif terhadap Teori dan Hasil Penelitian
Membandingkan antara teori satu dengan teori yang lain, dan hasil penelitian satu dengan penelitian yang lain. Melalui analisis komparatif ini peneliti dapat memadukan antara teori yang lain, atau mereduksi bila dipandang terlalu luas.
6.            Sintesa Kesimpulan
Perpaduan sintesa antara variabel satu dengan variabel yang lain akan menghasilkan kerangka berfikir yang selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis.
7.            Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir yang dihasilkan dapat berupa kerangka berfikir  yang asosiatif/hubungan maupun komparatif/perbandingan.
8.            Hipotesa
Terdapat perbedaan kualitas hasil belajar yang signifikan antara lembaga pendidikan A dan B atau hasil belajar lembaga pendidikan A lebih tinggi bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan B.

F.           Hipotesis
Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah peneliti mengemukakan landasan teori dan kerangka berfikir. Penelitian yang bersifat ekploratf dan deskriptif sering tidak perlu merumuskan hipotesis.
Hipotes merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesi juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap masalah  penelitin, belum jawaban yang empiric dengan data.
Penelitian yang nerumuskan hipotesis adalah penelitian adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesi, tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Dalam hal ini dibedakan  pengertian hipotesis penelitian dan hipotesis statistic. Hipotesis statistic itu ada, bila penelitian bekerja denga sampel. Jika peneliti tidak menggunakan sampel, maka tidak ada hipotesis statistic.
Terdapat dua macam hipotesis penelitian yaitu hipotesis kerja dan hipotesis nol. Hipotesis kerja dinyatakan dalam kalimat positif dan hipotesis nol dinyatakan dalam kalimat negative. Dalam statistic juga terdapat dua macam hipotesis yaitu hipotesis kerja dan hipotesis alaternatif (hipotesis alternative tidak sama dengan hipotesis kerja)
Parameter adalah ukuran – ukuran yang berkenaan dengan populasi, dan statistic disini diartikan sebagai ukuran – ukuran yang berkenaan dengan sampel.
1)      Bentuk – bentuk Hipotesis
a.       Hipotesis Deskriptif
b.      Hipotesis Komparatif
c.       Hipotesis Asosiatif
2)      Paradigma Penelitian, Rumusan Masalah dan  Hipotesis
a.       Judul penelitian
b.      Paradigma penelitian
c.       Rumusan Masalah
d.      Rumusan Hipotesis Penelitian
3)      Karakteristik Hipotesis yang Baik
a.       Merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri perbandingan keadaan variabel pada berbagai sampel, dan  merupakan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.
b.      Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak menimbulkan berbagai penafsiran
c.       Dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metode – metode ilmiah.


BAB 4
METODE PENELITIAN EKSPERIMEN

A.          Pengertian
Metode eksperimen, karena metode ini sebagai bagian dari metode kuantitatif mempunyai cirri khas tersendiri, terutama dengan adanya kelompok kontrolnya. Badingkan paradigma penelitian eksperimen ini dengan berbagai paradigma yang dikemukakan pada Bab 2.
Untuk mencari seberapa besar pengaruh metode mengajar konstektual terhadap kecepatan pemahaman murid, maka harus membandingkan pemahaman murid sebelum menggunakan metode kontektual dan sesudah menggunakan metode kontektual atau dengan cara membandingkan kelas yang diajar dengan metode kontektual dan kelas yang diajar netode lain.

B.           Beberapa Bentuk Desain Eksperimen
1.      Pre-Experimental Designs (nondesigns)
Desain ini belum merupakan eksperimen sungguh – sungguh, karena masih terdapat variabel – luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen ituvbukan semata – mata dipengaruhi oleh variabel indepen.Hal ini dapat terjadi, karena tidak andanya variabel  control dan sampel tidak dipilih secara random
Bentuk pre-experimental designs ada beberapa macam yaitu;
a.       One-Short  Case Study
Terdapat suatu kelompok diberi treatment/perlakuan, dan selanjutnya diobservasi hasilnya. (Treatmet adalah sebagai variabel independent, dan hasil adalah variabel dependen)
b.      One-group Pretest-posttest Design
Pada desain ini terdapat pretest, sebelum diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui ebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.
c.       Intact-Group Comparison
Digunakan untuk penelitian, tetapi dibagi dua, yaitu setengah kelompok untuk eksperimen (yang diberi perlakuan), dan stengah untuk kelompok control (yang tidak diberi perlakuan)
2.      True Experimental Design
Merupakan eksperimen yang betul – betul, karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan demikian validitas internal (kualitas pelaksanaan rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi. Ciri utama dari true experimental adalah bahwa, sampel digunakan untuk experiment aupunsebagai kelompok control diambil secaara random dari populasi tertentu. Jadi cirinya adalah adanya kelompok control dan sampel dipilih secara random.
Dua bentuk design true experimental yaitu;
a.       Posttest-Only Control Design
Kalau terdapat pebedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok control, maka perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan.
b.      Pretest-Posttest Control Group Design
Desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok control. Hasil pretest yang baik bila nilai kelompok eksperimen tidak berbeda secara signifikan.
3.      Factorial Design
Merupakan modifikasi dari design true experimental, yaitu dengan memperhatikan  kemungkinan adanya variabel moderator yang mempengaruhi perlakuan (variabel independent) terhadap hasil (variabel dependen).
4.      Quasi Experimental Design
Bentuk eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok control, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel – variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Quasi-experimental design, digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok control yang digunakan untuk penelitian.
a.       Time Series Design
Desain ini kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih secaara random
b.      Nonequivalent Control Group Design
Desain ini hamper sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada design ini kelompok eksperimen maupun kelompok control tdak dipilih secara random.


BAB 5
POPULASI DAN SAMPEL

  1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda – benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyeknya.
  1. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi.
  1. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sample. Untuk menentukan sample yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan.
1.      Probability Sampling
Merupakan teknik pengambilan sample yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsure atau anggota populasi untuk dipilih untuk menjadi anggota sample. Yang terdiri atas:
- Simple Random Sampling, dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.
- Proportionate Stratified Random Sampling, teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsure  yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
- Disproportionate Stratified Random Sampling, digunakan untuk menentukan jumlah sampel bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.
- Cluster Sampling (Area Sampling), utnuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas.
2.      Nonprobability Sampling
Merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsure atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Yang meliputi:
-    Sampling Sistematis, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
-    Sampling Kuota, yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai cirri – cirri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
-    Sampling Insidental, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan.
-    Sampling Purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
-    Sampling Jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
-    Snowball Sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang mula – mula jumlahnya kecil kemudian membesar.
  1. Menentukan Ukuran Sampel
Jumlah anggota sample sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi adalah sama dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut:
Dimana :
 dengan dk             = 1
Taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10%
P = Q = 0,5
D = 0,05
s  = jumlah sampel

  1. Contoh Menentukan Ukuran Sampel
Roscoe dalam buku Research Methodes For Business (1982: 253) memberikan saran – saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini:
1.      Ukuran sampel yang layak untuk penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.
2.      Bila sampel dibagi  dalam sejumlah kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.
3.      Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variable yang diteliti.
4.      Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok control, maka jumlah anggota sampel masing – masing antara 10 sampai dengan 20.
  1. Cara Mengambil Anggota Sampel
Pada bagian depan Bab ini telah dikemukakan dua teknik sampling, yaitu :
1.      probability sampling adalah teknik sampling yang memberi peluang sama kepada anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
2.      nonprobability sampling.


BAB 6
SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN

A.          Macam-macam Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur,sehingga alat ukur tersebut  bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data  kuantitatif.
Berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Adminitrasi Pendidikan dan Sosial antara lain adalah:
1.Skala Likert
            Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,pendapatan.dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
            Dengan skala Likert,maka variabel yang akan diukur dijabarkanmenjadi indikator variabel.Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun intem-intem instrument  yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.                                                                  Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif,yang dapat berupa kata-kata antara lain:                   a. Sangat setuju               a. Selalu                                                                                   b. Setuju                                  b. Sering                                                                          c. Ragu-ragu                            c. Kadang-kadang                                                                   d. Tidak setuju                                    d. Tidak pernah                                                                       e. Sangat tidak setuju
                        Untuk keperluan analisis kuantitatif,maka jawaban itu dapat diberi sekor,misalnya:
            1. Setuju/selalu/sangat positif diberi skor                                 5
            2. Setuju/sering/positif diberi sekor                                          4
            3. Ragu-ragu/kadang-kadang                                                    3
            4. Tidak setuju/hamper tidak pernah/negative diberi sekor      2
            5. Sangat tidak setuju/tidak pernah/diberi sekor                       1



2.Skala Guttman
            Skala pengukuran dengan tipe ini,akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”; “pernah-tidak   pernah”; “positif-negatif’dan lain-lain. Datayang diperoleh dapat berupa interval atau rasio dikhotomi (dua alternative).
            Contoh:
            1.  Bagaimana pendapat anda, bila orang tersebut menjabat kepala sekolah di sini?
                a.  Setuju
                b.  Tidak setuju
            2.  Pernahkah  penilik Sekolah melakukan pemeriksaan  di ruang kelas anda?
                a.  Tidak pernah
                b.  pernah
            Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda,juga dapat dibuat  dalam bentuk ckecklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor nol. Analisa dilakukan seperti pada skala Likert.
3.Rating Scale
            Skala pengukuran yang berbentuk semantic defferensial dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban”sangat positifnya” terletak dibagian kana garis, dan jawabannya yang “sangat negative” terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.
 4.Semantic Deferential
            Dari ketiga skala pengukuran tersebut data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating-scale data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
            Yang penting bagi penyusun instrument dengan rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternative jawaban pada setiap item instrument.

B.           Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena social maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat kalau dinamakan membuat membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Dengan demikian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian (Emory, 1985).
Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrument penelitian. Jadi instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun social yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian.
Instrument –instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dalam ilmu alam sudah banyak tersedia dantelah teruji validitas dan reliabilitasnya.
Selain itu instrument-instrumen dalam bidang sosial walaupun telah teruji validitas analisis reliabilitas nya, tetapi bila digunakan untuk tempat tertentu belum tentu tepat dan mungkin tidak valid dan reliable lagi Hal ini perlu dimaklumi karena gejala /fenomena sosial cepat berubah dan sulit dicari kesamaannya
Jumlah instrument penelitian tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti .Misalnya akan meneliti tentang   “Pengaruh kepemimpinan dan iklim kerja  sekolah terhadap prestasi belajar anak”. Dalam hal ini ada tiga instrument yang perlu dibuat yaitu :
1.      Instrumen untuk mengukur kepemimpinan
2.      Instrumen untuk mengukur iklim kerja sekolah
3.      Instrumen untuk mengukur prestasi belajar murid

C.          Cara Menyusun Instrument
Instrumen peneletian dalam bidang sosial umumnya dan khususnya bidang pendidikan khususnya yang sudah baku sulit ditemukan.titik tolak dari penyusunan ada yang variabel – variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel tersebut diberi definisi oprasionalnya,kemudian ditentukan indikator  yang akan diukur.Dari indicator menjadi butir-butir pertanyaan atau peryataan.Untuk memudahkan penyusunan instrument,maka perlu digunakan ”matrik pengembangan instrument” atau “kisi-kisi instrument”.
Untuk menetapkan indikator – indikator dari setiap variabel yang diteliti, Maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang variabel yang diteliti,dan teori-teori yang mendukungnya. Pengunaan teori untuk menyusun instrumen harus secermat mungkin agar dipeoleh indicator yang valid. Dengan cara membaca berbagai referensi membaca hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sejenis dan konsultasi pada orang yang dipandang ahli.

D.          Contoh Judul Penelitian dan Instrumen yang Dikembangkan      
Judul penelitian:
GAYA DAN SITUASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH SERTA PENGARUHNYA TERHADAP IKLIM KERJA ORGANISASI SEKOLAH
Judul diatas terdiri dari dua variabel indenpenden dan satu dependen. Masing-masing instrumennya:
    1. Instrumen untuk mengukur variabel gaya kepemimpinan
    2. Instrumen untuk mengukur variabel situasi kepemimpinan
    3. Instrumen untuk mengukur variabel iklim kerja organisasi
Untuk menyusun item-item instrument,maka indicator dari variabel yang akan diteliti dijabarkan menjadi item item instrument. Item-item instrument disusun dengan bahasa yang jelas sehingga semua pihak apa yang dimaksud dalam item instrument. Indikator - indicator variabel disebut suatu “construct” dari suatu instrument, yang dalam membuatnya diperlukan berbagai konsep dan teori serta hasil penelitian yang memwadai.
Dari tiga instrument dapat dibuat dalam bentuk yang sama,misalnya pilihan ganda semua, rating scale semua, atau checklist semua. Bentuk instrument yang akan dipilih tergantung beberapa factor, diantaranya teknik pengumpulan data yang akan digunakan. Bila menggunakan angket, maka bentuk pilihan ganda lebih komunikatif, tetapi tidak hemat kertas, dan instrument menjadi tebal. Bentuk checklist dan rating scsle dapat digunakan sebagai pedoman observasi maupun wawancara
1.      Angket : digunakan bila responden jumlahya besar dapat membaca degan baik, dan dapat mengungkapkan hal-hal yang sifatnya rahasia
2.      Obsevasi :digunakan bila objek  penelitian bersifat perilaku manusia  gejala alam , responden kecil
3.      Wawancara  :digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit
4.      Gabungan ketiganya  : digunakan bila ingin mendapatkan data yang lebih lengkap, akurat dan konsisten .

E.           Validitas dan Reliabilitas Instrument
Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliable degan instrument valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid jika terdapat kesamaan antara data yang dikumpulkan dengan data sesungguhnya terjadi pada obyeka yang diteliti.hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda.
Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapat kan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrument yang reliabel adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang, akan menghasilkan data yang sama.
Dengan menggunakan instrument yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrument yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan menggunakan instrument yang telah teruji validitas dan reliabelitasnya, otomatis hasil (data) penelitian menjadi valid dan reliabel.  Yang akan dipengaruhi oleh kondisi obyek yang diteliti, dan kemampuan orang yang menggunakan instrument untuk mengumpulkan data. Karena itu peneliti harus mampu mengendalikan obyek yang diteliti dan meningkatkan kemampuan dan menggunakan instrument untuk mengukur yang diteliti.
Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Reliabelitas instrument merupakan syarat untuk pengujian validitas instrument. Oleh karena itu walaupun instrument yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrument perlu dilakukan.
Pada dasarnya terdapat dua macam instrument, yaitu instrument berbentuk test untuk mengukur prestasi belajar dan instrument yang nontest. Untuk mengukur sikap. Instrument yang harus mempunyai validitas isi (content validity) adalah instrument yang berbentuk test sering digunakan untuk mengukur prestasi belajar (achievement) dan mengukur efektivitas pelaksanaan program dan tujuan.

F.           Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1.      Pengujian Validitas Instrumen
a.      Pengujian Validitas Konstrak (Cronstruct Validity)
Untuk menguji validitas konsrak, dapat digunakan pendapat ahli (judgment experts).  Dalam hal ini setelah instrument dikonstruksi tentang aspek – aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli.
Pengujian konstruksi dari ahli dan berdasarkan pengalaman empiris di lapangan selesai, maka diteruskan dengan uji coba instrument. Setelah data ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruksi dilakukan dilakukan dengan analisis factor, yaitu dengan mengkorelasikan skor factor dengan skor total.
Untuk menguji daya pembeda secara signifikan digunakan rumus t – test sebagai berikut.
                              Rumus 6. 1

        Rumus 6.2
Untuk mengetahui  perbedaan itu signifikan atau tidak, maka harga t hitung tersebut perlu dibandingkan dengan harga t tabel.  Bila t hitung lebih besar dengan t tabel maka perbedaan itu signifikan, sehingga instrument dinyatakan valid.
b.      Pengujian Validitas Isi (Content Validity)
Instrumen yang berbentuk test, pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrument dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Untuk instrument yang akan mengukur efektifitas pelaksanaan program, maka pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrument dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan.
Secara teknis pengujian validitas konstrak ddan validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi – kisi instrument, atau matrik pengembangan instrument. Dalam kisi – kisi terdapat variabel yang diteliti, indicator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dari indicator.
c.       Pengujian Validitas Eksternal
Validitas eksternal instrument diuji dengan cara membandingkan (untuk mencari kesamaan) antara kriteria yang ada pada instrument dengan fakta – fakta empiris yang terjadi dilapangan.
Instrumen penelitian mempunyai validitas eksternal yang tinggi akan mengakibatkan hasil penelitian mempunyai validitas eksternal yang tinggi pula. Penelitian mempunyai validitas eksternal bila hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada sampel lain dalam populasi yang diteliti. Untuk meningkatkan validitas eksternal penelitian selain meningkatkan validitas eksternal instrument, maka dapat dilakukan dengan memperbesar jumlah sampel.
2.      Pengujian Reliabilitas Instrumen
a.      Test-retest
Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test – retest dilakukan dengan cara mencobakan instrument beberapa kali pada responden. Jadi dalam hal ini instrumennya sama, respondennya sama, dan waktunya yang berbeda.  Reliabilitas diukur dengan koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrument sudah dinyatakan reliabel. Biasanya sering disebut dengan stability.
b.      Ekuivalen
Instrumen yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi maksudnya sama. Pengujian reliabilitas dengan instrument dengan cara ini cukup dilakukan sekali, tetapi instrumennya dua, pada responden yang sama, waktu sama, instre=umen berbeda. Reliabilitas diukur dengan mengkorelasikan anatara data instrument yang satu dengan data instrument yang dijadikan equivalent. Bila korelasi positif dan signifikan dapat dinyatakan reliabel.
c.       Gabungan
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan mencobakan dua instrument yang equivalent itu beberapa kali, ke responden yang sama. Yang merupakan gabungan pertama dan kedua. Reliabilitas instrument dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrument, dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara silang.
d.      Internal Consistency
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrument sekali saja, kemudian yang data diperoleh dianalis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrument.
Pengujian reliabilitas instrument dilakukan dengan teknik dan rumusnya;
1.            Rumus Spearmen Brown:
                             Rumus 6.3
Dimana:
ri         : reliabilitas internal seluruh instrument
rb       : korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua
2.            Rumus KR. 20 (Kuder Richardson)
           Rumus 6.4
Dimana :
k       = jumlah item dalam instrument
pi      = proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1
qi      = 1 – pi
S2i      = Varians total
3.            Rumus KR 21
                Rumus 6.5
Dimana:
k          = jumlah item dalam instrument
M         = mean skor total
S2i          = Varians total
4.            Analisis Varians Hoyt)
                                    Rumus 6.6
Dimana:
MKs    = mean kuadrat antara subyek
Mke     = mean kuadrat kesalahan
ri          = reliabilitas instrument.

3.      Contoh Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
a.      Pengujian Validitas Instrumen
Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan  jumlah tiap skor butir.
b.      Pengujian Reliabilitas Instrumen
Pengujian reliabilitas instrument dilakukan dengan internal consistency dengan Teknik Belah Dua (split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown.

BAB 7
TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penlitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrument penelitian berkenaan degan validitas dan reliabilitas instrument dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara – cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena itu, instrument yang teruji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrument tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.
Pengumpulan data berdasarkan tekniknya, yaitu;
A.          Interview/wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui  hal – hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) sebagai berikut;
1.      Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
2.      bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.
3.      bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan – pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama denan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancra dapat dilakukan secara;
1.      Wawancara terstruktur, digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh, karena itu melakukan wawancara, pengumpulan data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan tertulis yang alternative jwabannya pun telah disiapkan.
2.      Wawancara Tidak Terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistemati dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis – garis besar permasalahan yang ditanyakan. Biasanya wawancara ini digunakan dalam penelitian pendahuluan atau makalah untuk peneliti yang lebih mendalam tentang responden.
B.           Kuesioner (Angket)
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner  merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu denga pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Yang biasanya dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim pos, atau internet.
1.      Prinsip Penulisan Angket
a.       Isi dan tujuan Pertanyaan, yang berbentuk pengukuran maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, stiap pertanyaan harus disusun dalam skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang diteliti.
b.      Bahasa yang digunakan, dalam penulisan kuesioner (angket) harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden.  Bahasa yang digunakan dalam angket harus memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadaan sosial budaya, dan “frame of reference” dari responden.
c.       Tipe dan Bentuk Pertanyaan, dalam angket dapat terbuka atau tertutup, (kalau dalam wawancara: terstruktur dan tidak terstruktur) dan bentuknya dapat menggunakan kalimat positif atau negative. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang terkumpul.
d.      Pertanyaan tidak mendua, setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua (double-barreled) sehingga menyulitkan responden memberikan jawaban.
e.       Tidak menanyakan yang sudah lupa, pertanyaan dalam instrument angket sebaiknya tidak menanyakan hal –hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat.
f.       Pertanyaan tidak menggiring,  yaitu tidak menggirirng ke jawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja.
g.      Panjang Pertanyaan, angket sebaiknya tidak terlalu panjang sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi.
h.      Urutan Pertanyaan, pertanyaan angket dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik atau dari yang mudah ke hal yang sulit atau diacak.
2.      Prinsip Pengukuran
Angket yang diberikan kepada responden merupakan instrument penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Karena itu instrument angket harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel yang diukur.
3.      Penampilan fisik Angket
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau keseriuasan responden dalam mengisi angket.
C.          Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai cirri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitgu wawancara dan kuesioner.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses – proses pengamatan dan ingatan.
1.      Observasi Berperanserta (Participant observation)
Peneliti terlibat dengan kegiatan sehari – hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
2.      Observasi Nonpartisipan
Pada observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independent.
a.       Observasi Terstruktur, adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan bila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrument penelitian yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya.
b.      Observasi Tidak Terstruktur, adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu – rambu pengamatan


BAB 8
ANALISA DATA

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatannya adalah; mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Kecuali jika penelitian tidak merumuskan hipotesis langkah terakhir tidak dilakukan.

G.    Statistik Deskriptif dan Inferensial
Statistik deskriptif adalah statistic yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Statsitik inferensial sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas, merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik ini cocok digunakan bila sample diambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sample dari populasi itu dilakukan secara random.
Statistik ini disebut statistic probabilitas, karena kesimpulan yang diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu kebenarannya bersifat peluanga (probability). Suatu kesimpulan dari data sampel yang akan diberlakukan untuk populasi itu mempunyai peluang kesalahan dan kebenaran (kepercayaan) yang dinyatakan dalam bentuk presentase. Peluang kesalahan dan kepercayaan disebut dengan taraf signifikansi.

H.    Statistik Parametis dan Nonparametis
Statistik parametis digunakan untuk menguji parameter populasi melalui statistic, atau menguji ukuran populasi melalui sample. Sedangkan statistic nonparametis tidak menguji parameter populasi, tetapi menguji distribusi.
1.      Macam Data
Macam-macam data penelitian meliputi data nominal, ordinal, interval atau ratio.
2.      Bentuk Hipotesa
Bentuk hipotesa ada tiga yaitu: deskriptif, komparartif dan asosiatif. Hipotesisi deskriptif yang akan diuji dengan statistik parametis merupakan dugaan terhadap nilai dalam satu sample (unit sample), dibandingkan dengan standar, sedangkan hipotesa deskriptif yang akan diuji dengan statistik nonparametris merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara signifikan nilai antar kelompok dalam satu sample. Hipotesa komparatif merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara signifikan nilai-nilai dua kelompok atau lebih. Hipotesis asosiatif adalah dugaan terhadap ada tidaknya hubungan secara signifikan antara dua variable atau lebih.

I.       Judul Penelitian dan Statistik yang Digunakan Untuk Analisa
1.      Contoh 1
a.       Judul Penelitian
PENGARUH KECERDASAN EMOTIONAL TERHADAP KECEPATAN MEMPEROLEH PEKERJAAN LULUSAN SMK DI PEMERINTAH PROVINSI MADUKARA

b.      Bentuk Paradigma

X

Y
X = Kecerdasan Emosional
                                                   Y = Kecepatan Memperoleh Pekerjaan

c.       Rumusan Masalah, Hipotesa dan Teknik Statistik untuk Analisa data
Tabel 8.2
NO
Rumusan Masalah
Hipotesa
Statistik untuk Uji Hipotesa
1.
Berapakah rata-rata kecerdasan emotional pegawai di Propinsi Madukara
Kecerdasan emotional (EQ) pegawai di Pemerintahan provinsi Madukara paling tinggi 150
Data yang terkumpul adalah ratio. Bentuk hipotesisinya adalah deskriptif maka teknik uji untuk hipotesis no.1 dan 2 adalah sama yaitu: t-test (untuk satu sample)

J.      Konsep Dasar Pengujian Hipotesa
3.      Taraf Kesalahan
Terdapat dua cara menaksir yaitu, a point estimate dan interval estimateA point estimate (titik taksir) adalah suatu taksiran parameter populasi berdasarkan satu nilai dari rata-rata data sample. Sedangkan interval estimate (taksiran interval) adalah suatu taksiran parameter populasi berdasarkan nilai interval rata-rata data sample.
4.      Dua Kesalahan dalam Menguji Hipotesa
Dalam menaksisr parameter populasi berdasarkan data sample, kemungkinan akan terdapat dua kesalahan yaitu:
a.       Kesalahan tipe I adalah suatu kesalahan bila menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (seharusnya diterima). Dalam hal ini tingkat kesalahan dinyatakan dengan α (baca alpha).
b.      Kesalahan tipe II adalah kesalahan bila menerima hipotesis yang salah (seharusnya ditolak). Tingka kesalahan untuk ini dinyatakan dengan β (baca beta).
5.      Macam Pengujian Hipotesa
Terdapat tiga macam bentuk pengujian hipotesis, yaitu uji dua pihak, iji pihak kiri dan uji pihak kanan.
a.       Uji Dua Pihak (Two Tail Test)
Uji dua pihak digunakan bila hipotesis nol (Ho) berbunti “sama dengan” dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi “tidak sama dengan” (Ho =; Ha ≠).
b.      Uji Pihak Kiri
Uji pihak kiri digunakan apabila hipotesisi nol (Ho) berbunti “lebih besar atau sama dengan” (≥) dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi “lebih kecil” (<), kata lebih kecil atau sama dengan sinonim kata “paling sedikit atau paling kecil”.
c.       Uji Pihak Kanan
Uji pihak kanan dugunakan apabila hipotesis nol (Ho) berbunyi ”lebih kecil atau sama dengan” (≤) dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi “ lebih besar” (>). Kalimat lebih kecil atau sama dengan sinonim dengan kata “paling besar”.


BAB 10
MASALAH, FOKUS, JUDUL PENELITIAN, DAN TEORI DALAM PENELITIAN KUALITATIF

  1. Masalah Dalam Penelitian Kualitatif
Dalam penelitian kuantitatif, “masalah” yang akan dipecahkan melalui penelitian harus jelas, spesifik, dan dianggap tidak berubah, tetpai dalam penelitian kuantitatif “masalah” yang dibawah oleh peneliti masih remang-remang, bahkan gelap kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, “masalah” dalam penelitian kuantitatif masih bersifat sementara, tentative dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada dilapangan.
Dalam penelitian kuantitatif, akan terjadi tiga kemungkinan terhadap “masalah” yang dibawah oleh peneliti dalam penelitian. Pertama masalah yang dibawah oleh peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir penelitian sama. Dengan demikian judul proposal dengan judul laporan penelitian sama. Yang kedua “masalah” yang dibawah peneliti setelah memasuki penelitian berkembang yaitu memperluas atau memperdalam yang telah disampaikan. Dengan demikian tidak terlalu banyak perubahan, sehingga judul penelitian cukup disempurnakan. Yang ketiga “masalah”  yang dibawah peneliti setelah memasuki lapangan berubah total, sehingga harus “ganti” masalah. Dengan demikian judul proposal dengan judul penelitian tidak sama dan judulnya diganti.
Masalah dan rumusan masalah, seperti telah dikemukakan bahwa, masalah adalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi. Sedangkan rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang disusun berdasarkan masalah yang dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Dalam usulan penelitian, sebaiknya masalah tersebut perlu ditunjukan dengan data.

B.   Fokus Penelitian
Karena terlalu luasnya masalah, maka dalam penelitian kuantitatif, penelitian akan membatasi penelitian dalam satu atau lebih variabel. Dengan demikian dalam penelitian kuantitatif  ada yang disebut batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus.
Pembatasan dalam penelitian kuantitatif lebih berdasrkan pada tingkat kepentingan, urgensi dan feasebilitas masalah yang akan dipecahkan, selain juga focus keterbatasan tenaga, dana, dan waktu.
Dalam memeprtajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan focus. Spradly menyatakan bahwa “A focused refer to a single cultural domain or a few related domains” maksudnya adalah bahwa, focus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yangt terkait dari situasi social. Dalam penelitian kualitatif, penentuan focus dalam proposal lebih didasarkan pada tingkat kebaruan infoemasi yang akan diperoleh dari situasi social (lapangan).
Spradly dalam Sanapiah Faisal (1988) mengemukakan empat alternative untuk menetapkan focus yaitu :
1.      menetapkan focus pada permasalahan yang disarankan oleh informan.
2.      menetapkan focus berdasarkan domain-domain tertentu organizing domain
3.      menetapkan focus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek
4.      menetapkan focus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah ada.

  1. Bentuk Rumus Masalah
Rumusan masalah merupakan bentuk pertanyaan yang dapat memandu peneliti untuk mengumpulkan data dilapangan. Berdasarkan level of explanation suatu gejala, maka  secara umum terdapat tiga bentuk rumusan masalah, yaitu rumusan masalah deskriptik, komparatif dan asosiatif.
1.      rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk  mengeksplorasi dan atau memotret situasi social yang akan diteliti secara menyeluruh.
2.      rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah yang memandu peneliti untuk membandingkan antara koteks social atau domain satu dibandingkan dengan tang lain.
3.      rumusan masalah asosiatif atau hubungan adalah rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengkontruksi hungan antara situasi social atau domain satu dengan yang lainnya.


  1. Judul Penelitian Kualitatif
Judul dalam penelitian kuantitatif pada umumnya disusun berdasarkan masalah yang telah ditetapkan. Dengan demikian judul penelitiannya harus sudah sfesifik dan mencerminkan permasalahan dan variabel yang akan diteliti. Judul penelitian kuantitatif digunakan sebagai pegangan peneliti untuk menetapkan variabel yang akan diteliti, teori yang digunakan, instrument penelitian yang dikembangkan, teknik analisis data ,serta kesimpilan.
Judul penelitian kualitatif tentu saja tidak harus mencerminkan permasalahan dan variabel yang diteliti, tetapi lebih pada usaha untuk mengukapkan fenomena dalam situasi social secara luas dan mendalam, serta menemukan hipotesis dan teori.

  1. Contoh Judul Penelitian dan Rumusan Masalah
Seorang peneliti pada awalnya akan meneliti dengan judul proposal sebagai berikut. “Perbandingan kemampuan kerja antara lulusan SMA dan SWMK di Industri”. Rumusan masalahnya adalah : adakah perbedaan kemampuan kerja antara lulusan SMK dan SMA? Setelah peneliti keliling pada sembilan industri permesinan dipulau jawa, ternyata kelompok SMA dan SMK yang sebanding jumlahnya dan bekerja dalam pekerjaan yang sama hanya pada PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara, Departemen Machiening (IPTN) yang sekarang bernama PT Dirgantara Indionesia. Kedua kelompok ini sebelum bekerja diberi pelatihan yang sama. Untuk itu maka tempat penelitian dfitetaokan di IPTN sekarang bernama PT. Dirgantara Indonesia.

  1. Teori Dalam Penelitian Kualitatif
Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh kerena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas. Karena teori disini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrument penelitian. Oleh karena kitu landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan dipakai.
Dalam penelitian kuantitatif jumlah teori yang digunakan sesuai dengan jumlah variabel yang diteliti, sedngkam dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistic, jumlah teori yang harus dimilki oleh peneliti kualitatif jauh lebih banyak karena harus disesuaikan dengan fenomena yang berkembang dilapangan.
BAB 11
POPULASI DAN SAMPEL

  1. Pengertian
Dalam penelitian kuantitatif Populasi artinya sebagai wilaya generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas  dan krakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dikpelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi itu. Populasi itu misalnya penduduk diwilaya tertentu, jumlah pegawai pada organisasi tertentu, jumlah guru dan murid disekolah tertentu dan sebagainya.
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan kepopulasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari.
  1. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling, dan snowball sampling, seperti telah dikemukakan bahwa, purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu itu, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti.
Snownall sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari sumber data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama – lama menjadi besar.
Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai nmemasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design) caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan; selanjutnya berdasrkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap.
Sanafiah faisal (1990) dengan mengutip pendapat Spradley mengemukakan bahwa,situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kritirea sebagai berikut.
1.      mereka yang menguasai atau memahami sesuatru melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya
2.      mereka yang tergolong masih sedeng berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti
3.      mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi
4.      mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri
5.      mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.


BAB 12
INSTRUMEN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

  1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrumen tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya. Dalam penelitian kuantitatif instrumen dapat berupa test, pedoman wawancara, observasi dan kuesioner.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan. Metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Penelitian kualitatif sebagai human instrumen, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pelihan lain daripada menjadikan manusia nsebagai instrumen peneliti utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secra pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya “( Nasution (1988).
  1. Teknik Pengumpilan Data
Teknik mpengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
1.      Pengumpulan data dengan Observasi
a.       Macam- macam Observasi
Nasution (1988) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil maupun yangb sangat jauh dapat diobservasi dengan jelas.
1)      Observasi Partisipasif
Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap nperilaku yang tampak. Obsevasi ini dapat digolongkan menjadi empat yaitu ;
   a)  Partisipasi Pasif   : dalam hal ini peneliti datang ditempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
   b)  Partisipasi Moderat         : dalam observasi ini terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar.
   c)  Partisipasi Aktif : dalam observasi ini peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh nara sumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.
   d)  Partisipasi Lengkap        : dalam melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data. Jadi suasananya sudah natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian.
2)      Observasi Terus Terang atau Tersamar
Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Kemungkinan dengan dilakukan dengan terus terang, maka peneliti tidak akan diijinkan untuk melakukan observasi.
3)      Observasi Tak Berstruktur
Observasi tidak berstrukur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.
b.      Manfaat Observasi
      Menurut Patton dalam Nasution (1988), manfaat observasi adalah sebagai berikut :
1)      Dengan observasi dilapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat doperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh
2)      Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.
3)      Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berbeda dalam lingkungan itu.
4)      Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga
5)      Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang diluar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif
6)      Melalui pengamatan dilapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan daya yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti.
c.       Obyek Observasi
Obyek penelitian dalam penelitian kualitatif yang diobservasi menurut Spradley dinamakan situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu :
1)      Place, atau tempat dimana interaksi dalam situasi sosial sedang berlangsung.
2)      Actor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu.
3)      Activity, atau kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung.
d.      Tahapan Observasi
1)      Observasi deskriptif, dilakukan peneliti saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai obyek penelitian.
2)      Observasi Terfokus, karena pada tahap ini peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus
3)      Observasi Terseleksi,
2.      Pengumpulan data dengan wawancara/interview
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
a.       Macam – macam wawancara/interview
Esterberg (2002 mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak terstruktur.
1)      Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen peneliti berupa pertanyaan – pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya telah disiapkan.
2)      Wawancara semiterstrukut
Wawancara ini sudah termasuk dalam katagori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstrukur. Tujuan dari wawncara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana fihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
3)      Wawancara tak berstrukur
Wawancara tak berstrukur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
b.      Langkah – Langkah Wawancara
1)      Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan
2)      Meyiapkan poko-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan
3)      Mengawali atau membuka alur wawancara
4)      Melangsungkan alur wawancara
5)      Mengkonfirmasikan iikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya
6)      Menuliskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan
7)      Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh
c.       Jenis- Jenis Pertanyaan dalam Wawancara
1)      Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman
2)      Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat
3)      Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan
4)      Pertanyaan tentang pengetahuan
5)      Pertanyaan yang berkenaan dengan indera
6)      Pertanyaan berkaitan dengan latar belakang atau demografi
d.      Alat- Alat Wawancara
  1. Buku catatan :berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data.
  2. Tape recorder  :berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan
  3. Camera            :untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan/sumber data                       
e.       Mencatat Hasil Wawancara
Hasil wawancara segera harus dicatat setelah selesai melakukan wawancara agar tidak lupa bahkan hilang. Karena wawancara dilakukan secara terbuka dan tidak berstruktur, maka peneliti perlu membuat rangkuman yang lebih sistematis terhadap hasil wawancara.
3.      Teknik Pengumpulan Data dengan Dukomen
Dokumen merupakan catatn peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Tetapi perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas yang tinggi.
4.      Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan Triangulasi, maka seberanya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

BAB 13
TEKNIK ANALISIS DATA

A.    Pengertian
Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal. Karena datanya kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan metode statistik yang sudah tersedia.
Menurut Nasution “Melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda”.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam katagori, menjabarkan kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
B.     Proses Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Dalam hal ini Nasution (1988) menyatakan “ analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapngan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian”.
1. Analisis Sebelum di Lapangan
      Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum penelitian memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan taau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian.
2.  Analisis selama di lapangan Model Miles and Huberman
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam anlisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
a.       Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperlukan dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.
b.      Data Display (Penyajian Data)
Sesudah data reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Penyajian datanya dapat dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah difahami.
c.       Conclusion Drawing (Verification)
Menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
3.      Analisis Data Selama di Lapangan Model Spradley
Jadi proses penelitian berangkat dari yang luas, kemudian memfokus, dan meluas lagi. Terdapat tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif yaitu sebagi berikut :
a.  Analisis Domain
Untuk memperoleh gambaran yang umum dan mnyeluruh dari obyhek atau peneliti atau situasi sosial. Diperoleh dengan pertanyaan grand tour dan minitour question.
b. Analisis Taksonomi
Yaitu analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah ditetapkan. Dilakukan dengan observasi terfokus.
c.  Analisis Komponensial
Mencari ciri spesifik pada setiap strukur internal dengan cara mengkontraksikan antar elemen. Dilakukan melalui observasi dan wawancara terseleksi dengan pertanyaan yang mengkontraksikan.
d.             Analisis Tema Budaya
Mencari hubungan diantara domain, dan bagaimana hubungan dengan keseluruhan, dan selanjutnya dinyatakan kedalam tema atau judul penlitian.

BAB 14
VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENELITIAN KUALITATIF

A.          Pengertian
Dalam penelitian kuantitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliabel dan obyektif. Validitas merupakan derajad kerapatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada pada obyek peneliti. Terdapat dua macam validitas penbelitian, yaitu validitas internal dan validitas eksternal.
Pengertian reliabilitas dalam penelitian kuantitatif, sangat berbeda dengan reliabilitas dalam penelitian kualitatif. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan paradigma dalam melihat realitas.

B.           Pengujian Validitas dan Reliabilitas Penelitian Kualitatif
1.      Uji Kredibilitas
Bermacam-macam cara pengujian kredibilitas data. Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan sebagai berikut :
a.       Perpanjangan Pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali kelapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemukan maupun yang baru.
b.      Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesetimbangan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
c.       Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kreedibilitas ini berarti sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
1)      Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2)      Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
3)      Triangulasi Waktu
Waktu yang sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat narasumber masih segar. Dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian dari tim penelitian lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.
d.      Analisis Kasus Negatif
Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu.
e.       Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud dengan bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.
f.       Mengadakan Member Check
Member Check adalah proses pengecekan data yang diperoleh penliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa sejauh data diperoleh sesui dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
2.      Pengujian Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal menunjukan derajat kerapatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil.
3.      Pengujian Dependability
Dependability disebut reliabilitas. Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi proses penelitian tersebut.
4.      Pengujian Konfirmability
Pengujian Konfirmability dalam penelitian kuantitatif disebut dengan uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang.




BAB 15
PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN
A.    Proposal Penelitian Kuantitatif
Rancangan atau proposal penelitian merupakan pedoman yang berisi langkah-langkah yang akan diikuti oleh peneliti unutk melakukan penelitiannya. Dalam menyusun rancangan penelitian, perlu diantisipasi tentang berbagai sumber yang dapat digunakan untuk mendukung dan yang menghambat terlaksananya penelitian.
Gambar 15.1
Folded Corner: I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Masalah
F. Kegunaan Hasil Penelitian
II. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskriptif Teori
B. Kerangka Berfikir
C. Hipotesis
III. PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode
B. Populasi dan Sampel
C. Instrumen Penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Teknik Analisa Data
IV. ORGANISASI DAN JADWAL PENELITIAN
A. Orgabisasi Penelitian
B. Jadwal Penelitian
V. BIAYA YANG DIPERLUKAN
A. 
B. 

SISTEMATIKA PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF























B.     Proposal Penelitian Kualitatif
Dalam metode kualitatif yang berpandangan bahwa, realitas dipandang sesuatu holistic, kompleks, dinamis, penuh makna, dan pola fakir induktif, sehingga permasalahan belum jelas, maka proposal penelitian kualitatif yang dibuat masih bersifat sementara, dan berkembang setelah peneliti memasuki obyek penelitian/situasi sosial.
Gambar 15.2
SISTEMATIKA PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF
Folded Corner: VI. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Fokus Penelitian
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Masalah
E. Manfaat Penelitian
VII. STUDI KEPUSTAKAAN
A. …………
B. …………
C. …………
VIII. PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan alasan menggunakan metode
B. Tempat Penelitian
C. Instrumen Penelitian
D. Sampel Sumber Data
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Teknik Analisa Data
G. 
H.



























Folded Corner: G. Rencana Pengujian Keabsahan Data
IV. ORGANISASI DAN JADWAL PENELITIAN
A. Organisasi Penelitian
B. Jadwal Penelitian
V. BIAYA YANG DIPERLUKAN





BAB 16
Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/ R & D)

C.    Pengertian
Metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya research and development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.
D.    Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan
1.      Potensi dan Masalah
Penelitian dapat berangkat dari adanya potensi atau masalah. Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah. Sedangkan masalah, seperti telah dikemukakan adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi.
Right Arrow Callout: Revisi Desain,Right Arrow Callout: Uji Coba Produk,Right Arrow Callout: Revisi Produk 











2.      Mengumpulkan Informasi
Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan secara factual dan up to date, maka selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Disini diperlukan metode penelitian tersendiri. Metode apa yang akan digunakan untuk penelitian tergantung permasalahan dan ketelitian tujuan yang ingin dicapai.
3.      Desain Produk
Produk yang dihasilkan dalam penelitian research and development bermacam-macam. Dalam bidang pendidikan, produk-produk yang dihasilkan melalui penelitian R & D diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pendidikan, yaitu lulusan yang jumlahnya banyak, berkualitas, dan relevan dengan kebutuhan.
4.      Validasi Desain
Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk, dalam hal ini metode belajar baru secara rasional akan lebih efektif dari yang lama atau tidak. Dikatakan secara rasional, karena validasi disini masih bersifat penilaian berdasarkan pemikiran rasional belum fakta lapangan.
5.      Perbaikan Desain
Setelah desain produk, divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain. Yang bertugas memperbaiki desain adalah peneliti yang mau menghasilkan produk tersebut.
6.      Uji Coba Produk
Dalam bidang pendidikan, desain produk seperti metode mengajar baru dapat langsung diuji coba setelah divalidasi dan revisi. Uji coba tahap awal dilakukan dengan simulasi penggunaan metode mengajar tersebut. Setelah disimulasikan, maka dapat diujicobakan pada kelompok yang tersebut. Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi apakah metode mengajar baru tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan metode mengajar yang lama atau yang lain.
7.      Revisi Produk
Pengujian efektivitas metode mengajar baru pada sample yang terbatas tersebut menunjukkan bahwa metode mengajar baru ternyata yang lebih efektiv dari metode lama. Perbedaan sangat signifikan, sehingga metode mengajar baru tersebut dapat diperlukan pada kelas yang lebih luas dimana sample tersebut diambil.
8.      Uji Coba Pemakaian
Setelah pengujian terhadap poduk berhasil, dan mungkin ada revisi yang tidak terlalu penting, maka selanjutnya produk yang berupa metode mengajar baru tersebut diterapkan dalam lingkup lembaga pendidikan yang luas. Dalam operasinya, metode baru tersebut tetap harus dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna untuk permbaikan lebih lanjut.
9.      Revisi Produk
Revisi produk ini dilakukan apabila dalam pemakain dalam lembaga pendidikan yang lebih luas terdapat kekurangan dan kelemahan.
10.  Pembuatan Produk Massal
Bila produk yang berupa metode mengajar baru tersebut telah dinyatakan dalam beberapa kali pengujian, maka metode mengajar baru tersebut dapat diterapkan pada setiap lembaga pendidikan.
E.     Laporan Penelitian dan Pengembangan
Seperti yang telah dikemukakan bahwa metode penelitian dan pengembangan adalah merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti sehingga menghasilkan produk baru, dan selanjutnya menguji keefektifan produk tersebut.
F.     Contoh Judul Penelitian dan Pengembangan
Berikut ini beberapa contoh judul penelitian yang menggunakan R & D. Judul harus mencerminkan produk yang akan dihasilkan.
1.      Pengembangan pola pembelajaran teknologi bagi anak-anak cacat.
2.      Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer.







SPEKTROFOTOMETRI INFRAMERAH

Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75–1.000 μm atau pada bilangan gelombang 13.000–10 cm-1 dengan menggunakan suatu alat yaitu Spektrofotometer Inframerah.
Metode ini banyak digunakan pada laboratorium analisis industri dan laboratorium riset karena dapat memberikan informasi yang berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif, serta membantu penerapan rumus bangun suatu senyawa.
Spektroskopi infra merah digunakan secara luas untuk analisis secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif. Penggunaan yang paling penting dari spektroskopi infra merah adalah untuk identifikasi senyawa organic, karena spektrumnya sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak-puncak serapan. Spektrum infra merah dari senyawa organic mempunyai sifat-sifat fisik yang karakteristik, artinya kemungkinan bahwa dua senyawa mempunyai spectrum yang sama adalah sangat kecil, kecuali senyawa isomer optic.
Pada era modern ini, radiasi inframerah digolongkan atas 4 (empat) daerah, yaitu :
Bila dibandingkan dengan daerah UV – VIS , dimana energi dalam daerah ini dibutuhkan untuk transisi elektronik, maka radiasi infra merah hanya terbatas pada perubahan energi setingkat molekul. Untuk tingkat molekul, perbedaan dalam keadaan vibrasi dan rotasi digunakan untuk mengabsorbsi sinar infra merah. Jadi, untuk dapat mengabsorbsi, molekul harus memiliki perubahan momen dipol sebagai akibat dari vibrasi. Berarti radiasi medan listrik yang beruabah – ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan perubahan amplitude salah satu gerakan molekul.
../../../Analisis%20Instrumen/sofia%20fkip%202/Infrared%20Spectroscopy_files/vanillin.gif










Konsep radiasi inframerah pertama kali diajukan oleh Sir William Herschel (1800) melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma. Ternyata pada daerah sesudah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalori (energi tinggi). Daerah spektrum tersebut yang dikenal sebagai infrared (IR, di seberang atau di luar merah).
Supaya terjadi peresapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu :
1) Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah terkuantitasi
2) Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap
3) Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan
Spektrum peresapan IR merupakan perubahan simultan dari energi vibrasi dan energi rotasi dari suatu molekul. Kebanyakan molekul organik cukup besar sehingga spektrum peresapannya kompleks. Konsep dasar dari spektra vibrasi dapat diterangkan dengan menggunakan molekul sederhana yang terdiri dari dua atom dengan ikatan kovalen. Dengan menggunakan Hukum Hooke, dua atom tersebut dihubungkan dengan sebuah pegas. Persamaan yang diturunkan dari Hukum Hooke menyatakan hubungan antara frekuensi, massa atom, dan tetapan dari kuatnya ikatan (forse constant of the bond).





KETERANGAN :
v = frekuensi vibrasi (cm-1)
c = kecepatan cahaya (cm/sec)
k = force constant of bond (dynes/cm)
m = massa atom (g)


Hal–hal yang dapat mempengaruhi jumlah resapan maksimum secara teoritis adalah :
1. Frekuensi vibrasi fundamental jatuh di luar daerah 2,5–15 μm
2. Resapan terlalu lemah untuk diamati
3. Beberapa resapan sangat berdekatan hingga tampak menjadi satu
4. Beberapa resapan dari molekul yang sangat simetris, jatuh pada frekuensi yang sama
5. Vibrasi yang terjadi tidak mengakibatkan terjadinya perubahan dipole moment dari molekul

Teori Absorbsi Infra Merah
Radiasi IR tidak memiliki cukup energi untuk transisi induksi elektronik sseperti yang dilihat pada  UV. Absorbsi IR dibatasi untuk senyawa dengan perbedaan energi kecil pada vibrasi yang mungkin dan pada keadaan rotasi. 
Untuk molekul mengabsorbsi IR, vibrasi atau rotasi dengan molekul seharusnya menyebabkan suatu perubahan pada momen dipole mokule. Bidang elektrik yang bertukar pada radiasi (mengingat bahwa radiasi elektromagnetik mengandung elektrikan osilasi dan osilasi magnetic, tegak lurus satu dengan yang lain) berinteraksi dengan fluktuasi pada momen dipole dari molekul. Jika frekuensi dari radiasi  frekuensi vibrasi dari molekul kemudian radiasi akan diabsorbsi, penyebabnya pada amplitude dari vibrasi molekul.

Rotasi Molekul
Transisi rotasi dari sebagian kecil digunakan pada spektoskopi. Tingkatan rotasi dikuantitasi dan absorbsi IR oleh gas yang menghasilkan garis spectra. Bagaimanapun, pada kondisi cair atau padat, garis pita menjadi kontinyu dalam kaitan dengan benturan antar molekul dan interaksi lainnya. Energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan perubahan dalam tingkat rotasi adalah kecil. Molekul dalam padatan dan cairan berotasi secara terbatas sedangkan dalam gas tidak.

Vibrasi Molekul
1.      Vibrasi Regangan (Streching)
Dalam vibrasi ini, atom bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu:
a. Regangan Simetri, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang datar.
b. Regangan Asimetri, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi masih dalam satu bidang datar.






2.      Vibrasi Bengkokan (Bending)
Jika sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar, maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
a. Vibrasi Goyangan (Rocking), unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi masih dalam bidang datar
b. Vibrasi Guntingan (Scissoring), unit struktur bergerak mengayun simetri dan masih dalam bidang datar
c. Vibrasi Kibasan (Wagging), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang datar
d. Vibrasi Pelintiran (Twisting), unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar












Copling Vibrasional
Pada penambahan vibrasi disebutkan, interaksi antara vibrasi dapat terjadi (coupling) jika ikatan vibrasi dilakukan untuk atom tunggal, atom pusat. Copling vibrasional disebabkan oleh beberapa factor yaitu:
  • Kopling yang kuat dari vibrasi stretching yang terjadi ketika beberapa dari atom antara dua ikatan vibrasi
  • Kopling dari vibrasi bending terjadi ketika beberapa dari ikatan antara gugus vibrasi
  • Kopling antara terbesar ketika gugus yang digabungkan memiliki energi yang kira-kira sama.
  • Tidak adanya kompling antara gugus yang dipisahkan dengan dua ayau lebih ikatan.
Aspek kuantitatif dan Kualitatif IR.
a.         Aspek kualitatif.
Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spectrum inframerah. Pita absorpsi inframerah akan tampak untuk tiap derajat kebebasan getaran yaitu :
-          terjadi perubahan momen dwi kutub molekul selama getaran.
-          Frekuensi pita tidak berimpit dengan getaran utama lainya.
-          Absorpsi terjadi didaerah inframerah.
-          Intensitas absorpsi cukup kuat untuk dideteksi.
Inframerah dapat memberikan informasi mengenai keadaan suatu senyawa. Sebuah perbadingan spectrum percobaan dengan spectrum senyawa murni adalah murni diperlukan Setiap molekul memiliki karakteristik spectrum sendiri – sendiri. Pita yang muncul bergantung  pada jenis dan struktur molekul. 
Spketra infra merah dapat diperoleh dari sampel pada semua fase (cair, padat dan gas). Cair biasanya ditentukan sebagai lapisan tipis antara dua garam (catatan bahwa gelas absorbsi radiasi infra merah, dimana NaCl transparan atau mampu ditembus cahaya). Jika pelarut tidak digunakan untuk melarutkan zat padat, harus diambil untuk menghindari penggelapan daerah spektra oleh absorbsi pelarut. Pelarut perklorin seperti karbon terta klorida, kloroform, dan tetrakloroetana, biasanya digunakan. Secara alternatif, padatan dapat manapun disatukan pada KBr, dipersiapkan si bawah tekanan tinggi, atau pencampuran dengan sebagian kecil cairan non volatil dan dasar dari perbanyakan, yang diukur antara garam.
Kebanyakan penggunaan spektroskopi inframerah dalam analisis kuantitatif adalah untuk menganalisis kandungan udara, misalnya jika udara mengandung polutan seperti CO,metal etil keton, methanol, etilen oksida dan uap CHCl3Sampel udara yang mengandung polutan atmosfer dianalisis dengan alat IR. Spektrum inframerah memberikan puncak – puncak maksimal yang jelas. Spektrum absorbsi dibuat dengan bilangan gelombang pada sumbu X dan persentase transmitan (%T) pada sumbu Y.  
Spektroskopi IR juga digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organic. Contoh bagaimana spectrum IR digunakan untuk analisis kualitatif senyawa organik. Senyawa yang akan dibicarakan adalah heksana. Seperti gambar dibawah ini. Pada spectrum heksana, (C6H14) memberikan spektrum yang relatife sedikit karena hanya mengandung ikatan CH. Jangkauan pita CH muncul pada 3000 cm-1. Lekukan pita CH2 muncul kira – kira pada bilangan gelombang 1450 cm-1 dan lekukan CH3 muncul pada 1400 cm-1.      
          Untuk menganalisis spktrum yang dihasilkan dari sepktroskopi inframerah, akan lebih mudah mengikuti langkah dalam menentukan masing-masing spektrum
  1. Pertama lihat untuk ikatan karbonilC=O. Cari ikatan pada daerah 1820-1660 cm-1. 
  2. Jika ikatan C=O ada teliti lagi apakah termasuk dalam golongan asam, ester atau aldehid atau keton.
ASAM
Cari indikasi bahwa ikatan O-H juga ada. Ikatan O-H mempunyai luas absobsi dekat 3300-2500 cm-1. Ini sebenarnya meliputi jangkauan ikatan C-H. Biasanya ada juga ikatan tunggal  C-O dekat 1100-1300 cm-1. Cari pita karbonil dekat 1725-1700 cm-1.
ESTER
Cari absopsi C-O pada intensitas medium dekat 1300-1000 cm-1.  Biasanya tidak ada pita O-H.
ALDEHYDE
Cari pita absopsi tipe aldehid C-H. Ada dua absorpsi yang lemah di sebelah kanan jngkauan ikatan C-H sekitar 2850 cm-1dan 1750cm-1 dan disebabkan oleh ikatan C-H merupakan bagian dari gugus fungsi aldehid (CHO). Cari pita karbonil sekitar 1740-1720 cm-1.
KETONE
Absobsi pita lemah CH aldehid akan tidak akan ada. Cari pita karbonil karbonil sekitar 1725-1702 cm-1.

  1. Jika tidak ada pita karbonil yang muncul dalam spektrum, cari pita O-H (alcohol).
ALKOHOL
Cari the luas pita OH dekat 3600-3300 cm-1dan absorpsi pita C-O dekat 1300-1000 cm-1.

  1. Jika tidak ada pita karbonil dan pita O-H pada spektrum, teliti untuk ikatan rangkap, C=C dari aromatic atau alkena.
 ALKENA
Cari absopsi yang lemah dekat 1650cm-1 untuk ikatan rangkap. Akan ada jangkauan pita C-H dekat 3000cm-1.
 AROMATIC
Cari ikatan rangkap C=C pada benzene yang muncul sebagai medium pengabsorpsi yang kuat dalam wilayah 1650-1450 cm-1. Jangkauan pita CH lebih lemah daripada dalam alkena..

  1. Jika tidak ada satupun gugus sebelumnya yang dapat identifikasi kemungkinan itu adalah alkana.
ALKANA
Absopsi utama akan diperoleh dari jangkauanC-H dekat 3000 cm-1. Spektrum akan lebih sederhana dengan pita lain dekat 1450 cm-1.

  1. Jika spektrum masih tetap tidak dapat ditentukan, kemungkinan itu adalah alkyl bromide.
ALKYL BROMIDE
Cari jangkauan pita C-H dan spektrum relatif simple dengan absopsi di sebelah kanan dari 667 cm-1.

Contoh lain pada spektrum alkena (C6H12), 1-heksena mempunyai absopsi pita yang kurang kuat. Spektrum mempunyai jangkauan pita C-H yang bervariasi dimana semua spektrum hidrokarbon menunjukkan dekat 3000 cm-1.  Ada jangkauan pita C-H pada alkena yang lemah di atas 3000 cm-1. Ini berasal dari ikatan C-H pada karbon 1 dan 2, dua karbon yang terikat bersama oleh ikatan rangkap. Jangkauan pita C-H yang kuatdibawah 3000 cm-1 berasal dari ikatan karbon hydrogen  pada golongan CH2 dan CH3. Ada belokan diluar bidang CH untuk alkena pada daerah 1000-650 cm-1. Ada juga ikatan rangkap C=C pada alkena  di sekitar 1650 cm-
           
Characteristic IR Absorption Frequencies of Organic Functional Groups

Functional Group
Type of Vibration
Characteristic Absorptions (cm-1)
Intensity
Alcohol

O-H
(stretch, H-bonded)
3200-3600
strong, broad
O-H
(stretch, free)
3500-3700
strong, sharp
C-O
(stretch)
1050-1150
strong
Alkane

C-H
stretch
2850-3000
strong
-C-H
bending
1350-1480
variable
Alkene

=C-H
stretch
3010-3100
medium
=C-H
bending
675-1000
strong
C=C
stretch
1620-1680
variable
Alkyl Halide

C-F
stretch
1000-1400
strong
C-Cl
stretch
600-800
strong
C-Br
stretch
500-600
strong
C-I
stretch
500
strong

Alkyne


C-H
stretch
3300
strong,sharp


stretch
2100-2260
variable, not present in symmetrical alkynes

Amine


N-H
stretch
3300-3500
medium (primary amines have two bands; secondary have one band, often very weak)

C-N
stretch
1080-1360
medium-weak

N-H
bending
1600
medium

Aromatic


C-H
stretch
3000-3100
medium

C=C
stretch
1400-1600
medium-weak, multiple bands


Analysis of C-H out-of-plane bending can often distinguish substitution patterns

Carbonyl

C=O
stretch
1670-1820
strong

(conjugation moves absorptions to lower wave numbers)

Ether


C-O
stretch
1000-1300 (1070-1150)
strong

Nitrile


CN
stretch
2210-2260
medium

Nitro


N-O
stretch
1515-1560 & 1345-1385
strong, two bands

IR Absorption Frequencies of Functional Groups Containing a Carbonyl (C=O)
Functional Group
Type of Vibration
Characteristic Absorptions (cm-1)
Intensity
Carbonyl

C=O
stretch
1670-1820
strong
(conjugation moves absorptions to lower wave numbers)
Acid

C=O
stretch
1700-1725
strong
O-H
stretch
2500-3300
strong, very broad
C-O
stretch
1210-1320
strong
Aldehyde

C=O
stretch
1740-1720
strong
=C-H
stretch
2820-2850 & 2720-2750
medium, two peaks
Amide

C=O
stretch
1640-1690
strong
N-H
stretch
3100-3500
unsubstituted have two bands
N-H
bending
1550-1640

Anhydride

C=O
stretch
1800-1830 & 1740-1775
two bands
Ester

C=O
stretch
1735-1750
strong
C-O
stretch
1000-1300
two bands or more
Ketone

acyclic
stretch
1705-1725
strong
cyclic
stretch
3-membered - 1850
4-membered - 1780
5-membered - 1745
6-membered - 1715
7-membered - 1705
strong
a,b-unsaturated
stretch
1665-1685
strong
aryl ketone
stretch
1680-1700
strong
b. Analisa Kuantitatif
Dalam penentuan analisis kuantitatif dengan infra merah digunakan hukum Beer. Kita dapat menghitung absorbtivitas molar ( ε ) pada panjang gelombang tertentu,dimana salah satu komponennya mengabsorbsi dengan kuat sedangkan komponen yang lain absorbsinya lemah atau bahkan tidak mengabsorbsi .
A = ε.bc
 Adanya sinar hamburan pada suatu waktu membuat hukum Beer tidak dapat digunakan, terutama pada nilai absorbansi yang tinggi. Oleh karena itu digunakan metoda empiris. Metode base line yaitu untuk menyeleksi pita absorpsi yang dianalisis yang tidak jatuh kembali pada pita komponen yang dianalisis.
Energi dari foton inframerah dapat dihitung dengan menggunakan hubungan energi Planck
            E = hn = h c/ λ
E = h c
h = 6.6 x 10-34 joule second
      = Frekuensi foton
c = 3.0 x 108 meter/second
λ = panjang gelombang cahaya
     =   = bilangan gelombang = cm-1

Daerah Spektrum Infra merah
Spektra yang akan diinterpretasikan harus memenuhi persyaratan berikut :
1.      Resapan satu sama lainnya harus terpisah dan mempunyai intensitas yang memadai
2.      Spektra harus berasal dari zat murni
3.      Spektrofotometer harus dikalibrasi
4.      Tehnik preparasi sampel harus nyata, selain itu posisi resapan, bentuk, dan tingkat intensitas sering membantu karna spesifik untuk gugus tertentu
Daerah peresapan infra merah dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1.      4000-1300 cm-1 (2,5-7,7 μm) : Functional group region (OH, NH, C=O)
2.      1300-909 cm-1 (7,7-11,0 μm) : Finger print region, interaksi, vibrasi pada keseluruhan molekul
3.       909-650 cm-1 (11,0-15,4 μm) : Aromatic region, out-of-plane C-H and ring bending absorption
a.       Daerah Frekuensi Gugus Fungsional →Terletak pada daerah radiasi 4000-1400 cm-1. Pita-pita absorpsi pada daerah ini utamanya disebabkan oleh vibrasi dua atom, sedangkan frekuensinya karakteristik terhadap massa atom yang berikatan dan konstanta gaya ikatan
b.       Daerah Fingerprint → Daerah yang terletak pada 1400-400 cm-1. Pita-pita absorpsi pada daerah ini berhubungan dengan vibrasi molekul secara keseluruhan. Setiap atom dalam molekul akan saling mempengaruhi sehingga dihasilkan pita-pita absorpsi yang khas untuk setiap molekul. Oleh karena itu, pita-pita pada daerah ini dapat dijadikan sarana identifikasi molekul yang tak terbantahkan.
Catatan seri senyawa homolog seperti asam lemak rantai panjang biasanya mempunyai pita absorpsi yang hampir identik sehingga susah identifikasinya.
Frekuensi peresapan infra merah yang khas untuk gugusan-gugusan tertentu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/47941836/SPEKTROSKOPI-INFRAMERAH








No
Pertanyaan
Jawaban
1
Gambarkan bagan kotak peralatan NMR !
spctrmtr
Instrumen NMR terdiri atas komponen – komponen utama berikut ini :
  1. MagnetAkurasi dan kualitas suatu alat NMR tergantung pada kekuatan magnitnya. Resolusi akan bertambah dengan kenaikan kekuatan medannya, bila medan magnitnya homogen elektromagnit dan kumparan superkonduktor ( selenoid). Magnit permanen mempunyai kuat medan 7046 – 14002 G, ini sesuai dengan oskilator proton antara 30 – 60 MHz.
  2. Generator Medan Magnit untuk Sweeping. Digunakan untuk mengubah medan magnit pada suatu range yang sempit. Dengan memvariasikan arus searah melalui kumparan ini, medan efektif dapat diubah – ubah dengan perbedaan sekitar 10-3 gauss.
  3. Sumber Frekuensi Radio. Sinyal frekuensi oskilasi radio disalurkan pada sepasang kumparan yang posisinya 90oC terhadap jalur dan magnit.
  4. Detektor sinyal. Sinyal frekuensi radio yang dihasilkan oleh inti yang beresonansi dideteksi dengan kumparan  yang mengitari sampel dan tegak lurus terhadap sumber.
  5. Rekorder. Pencata sinyal NMR disinkronisasikan dengan sapuan medan, rekorder mengendalikan laju sapuan spectrum.
  6. Tempat sampel dan probe. Tempat sampel merupakan tabung gelas berdiameter 5 mm dan dapat diisi dengan cairqan sampai 0,4 ml. Probe sampel terdiri atas tempat kedudukan sampel, sumber frekuensi penyapu  dan kumparan detector dengan sel pembanding. Untuk NMR beresolusi tinggi, sampel tidak boleh terlalu kental.


2
Apa beda prinsip kerja peralatan UV/T dengan NMR ?
Perbedaan prinsip kerja peralatan UV/T dengan NMR yaitu
·         Spektrometri UV/T
Sumber sinar polikromatis masuk kedalam monokromator, yang keluar sinar monokromatis dalam hal ini sinar akan diserap dan diteruskan oleh sampel dimana yang diteruskan sampai kedektektor dan kemudian dapat dibaca oleh read out berupa transmitan atau adsorbansi.
·         Spektroskopi NMR
Metode spektroskopi NMR ini didasarkan pada penyerapan energy oleh partikel yang sedang berputar didalam medan magnet yang kuat. Energi yang dipakai dalam pengukuran dengan metode ini berada pada daerah gelombang radio 75 – 0,5 M atau pada frekuensi 4 – 600 MHz, yang bergantung pada jenis inti yang diukur.
Inti yang dapat diukur dengan NMR yaitu:
a.      Bentuk bulat
b.      Berputar
c.      Bilangan kuantum spin = ½
d.     Jumlah proton dan neutron ganjil, contoh: 1H, 19F, 31P, 11B, 13C
Didalam medan magnet, inti aktif NMR (misalnya 1H atau 13C) menyerap pada frekuensi karakteristik suatu isotop. Frekuansi resonansi, energy absorbsi dan intensitas sinyal berbanding lurus dengan kekuatan medan magnet. Sebagai contoh, pada medan magnet 21 tesla, proton beresonansi pada 900 MHz. Nilai magnet 21T dianggap setara dengan magnet 900 MHz,meskipun inti yang berbeda beresonansi pada frekuensi yang berbeda.
3
Prediksi gugus dari data spectrum NMR berikut :





4
Untuk apa NMR ?
Spektroskopi NMR digunakan untuk menentukan struktur suatu senyawa atau rumus bangun molekul senyawa organic yang belum diketahui.
5
Berikan contoh lain spectrum spektrometri massa ?
Garis pada m/z = 43, 3 x 12 = 36. Sisa 7 untuk mencapai 43. C3H7+
Garis pada m/z = 574 x 12 = 48. Sisa 9 untuk mencapai 57C4H9+
 t
Garis pada m/z 29, 2 x 12 = 24. Sisa 5 untuk mencapai 29. [CH3CH2]+


Tidak ada komentar:

Posting Komentar